Requiem Maria
Sudah kutata bulan bulan
Di tiap malamku, Maria
Sudah ku rapikan baju dan keyakinanku
Kumainkan lagu dalam
Hatiku
Biar tak ada lagi sukar diriku
Saat kita bertemu
Biar mampu kugetarkan jiwamu yang beku
Kaukah itu, Maria
Mimpi yang datang
Dalam demamku
Kau usap kepalaku
Yang batu
Penuh rak rak buku
Dan ingatan tentangmu
Kau seka tubuhku
Yang kotor
Penuh sayatan,
Tumpahan ingatan,
Dan muntahan janjimu
Tapi kau memilih mati
Jadi pengkhianat waktu
Dalam jantungku, Sessaria
2021
Apa seni itu
Pertanyaan – pertanyaan mengganggu
Apa seniman itu
Sama dengan pertapa agung
Musti mengantongi ingatan
tentang tuhan di saku
celananya kapanpun
Apa seniman itu
Harus mengabdi pada kesenian
Yang tak bisa beri apapun
Sebatas angan-angan
Serupa kebohongan
Yang menguap dari mulut kurator
Dan budayawan
Atau hanya sebagai kentut
Apa kesenian itu
Adalah jalan gelap
Bagi para salik buta yang terus berjoget
Memaknai kemalasan
Sebagai rasa syukur
Yang mengartikan cukup
Dengan tak melakukan apapun
Yang mengira penderitaan
Sebagai keindahan
Dan menyebut rasa sakit
Adalah pengalaman estetik
Apa seni tak bisa beri apapun ?
Apa seni tak bisa bicara di pihak manapun
Apa seni hanya bicara tentang kebebasan
Dan menarik diri dari upaya pembebasan
Apa seni tak bisa beri apapun
Apa seni itu?
2021
Pejalan
Jalanan ini gemerlapan
Penuh deru, knalpot, dan klakson kendaraan
Melaju buru-buru
Menjemput angan
Silakan minggir
Ini kompetisi balap nasib
Siapa cepat dia dapat
Walau musuh menyimpan jalan pintas
Sabtu adalah perayaan
Riuh suara orang-orang
Merayu kenalan
Genit pada pasangan
Minta perhatian
Memesan menu
Dan bunyi gitarku
Degup jantung yang dipacu nafsu
Perut keroncongan
Siasat jahat
Niat baik
Pandang kasihan
Dan aku pejalan mabuk
Yang terperosok di lubang sumur
Berteriak kencang tentang kebaikan
Berteriak kencang tentang kejahatan
Tapi telinga mereka disumpal alat pendengar
Yang menyanyikan kesombongan penuh sopan santun
2021
Anjing jalanan
Aku ini anjing jalanan
Aku tak memelihara sopan santun di lemari pakaian
Di baju yang kukenakan, di saku celana, dalam dompet,
Majelis agama, di dalam kelas, di forum – forum
Penuh kehormatan
Aku ini anjing jalanan
Yang tak mau bersolek dengan kemerdekaan orang lain,
Yang tak rela berkorban demi siapapun,
Yang tak rela melihat siapapun mengorbankan diri
Selain demi dirinya sendiri
Aku ini anjing jalanan
Yang tak rela melihat mereka
Setengah mabuk
Kemudian membelalakkan mata
Ketika mendengar kisah
Hari datangnya sang mesiah
Sambil memimpikan keselamatan
Yang tak pernah mereka upayakan
Akulah anjing jalanan
Aku mengangkat kepala di hadapan
Riuh kota
Yang menawarkan keadan semu tentang segalanya
Walau tak jelas hari depan
Akan tergapai dengan cara apa
Aku bisa pikirkan itu
Sambil duduk di sudut terkumuh, minum miras murahan,
Membuka buku, menulis puisi, mendengar Musik klasik
Pavane, Op.50 Gabriel faure
Sambil menyindir wali kota, sampai mati,
Sampai mayatku
Ditemukan.
2021
Farid Merah, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia juga aktif menulis, bermusik dan bermain peran di UKM Teater Eska.