Requiem Maria: Puisi-puisi Farid Merah

918
dok/rhetor/dewi

Requiem Maria

 

Sudah kutata bulan bulan

Di tiap malamku, Maria

Sudah ku rapikan baju dan keyakinanku

Kumainkan lagu dalam

Hatiku

Biar tak ada lagi sukar diriku

Saat kita bertemu

Biar mampu kugetarkan jiwamu yang beku

 

Kaukah itu, Maria

Mimpi yang datang

Dalam demamku

 

Kau usap kepalaku

Yang batu

Penuh rak rak buku

Dan ingatan tentangmu

Kau seka tubuhku

Yang kotor

Penuh sayatan,

Tumpahan ingatan,

Dan muntahan janjimu

 

Tapi kau memilih mati

Jadi pengkhianat waktu

Dalam jantungku, Sessaria

2021

 

Apa seni itu

Pertanyaan – pertanyaan mengganggu

 

Apa seniman itu

Sama dengan pertapa agung

Musti mengantongi ingatan

tentang tuhan di saku

celananya kapanpun

 

Apa seniman itu

Harus mengabdi pada kesenian

Yang tak bisa beri apapun

Sebatas angan-angan

Serupa kebohongan

Yang menguap dari mulut kurator

Dan budayawan

Atau hanya sebagai kentut

 

Apa kesenian itu

Adalah jalan gelap

Bagi para salik buta yang terus berjoget

Memaknai kemalasan

Sebagai rasa syukur

Yang mengartikan cukup

Dengan tak melakukan apapun

Yang mengira penderitaan

Sebagai keindahan

Dan menyebut rasa sakit

Adalah pengalaman estetik

 

Apa seni tak bisa beri apapun ?

Apa seni tak bisa bicara di pihak manapun

Apa seni hanya bicara tentang kebebasan

Dan menarik diri dari upaya pembebasan

Apa seni tak bisa beri apapun

Apa seni itu?

2021

 

Pejalan

 

Jalanan ini gemerlapan

Penuh deru, knalpot, dan klakson kendaraan

Melaju buru-buru

Menjemput angan

 

Silakan minggir

Ini kompetisi balap nasib

Siapa cepat dia dapat

Walau musuh menyimpan jalan pintas

 

Sabtu adalah perayaan

Riuh suara orang-orang

Merayu kenalan

Genit pada pasangan

Minta perhatian

Memesan menu

Dan bunyi gitarku

Degup jantung yang dipacu nafsu

Perut keroncongan

Siasat jahat

Niat baik

Pandang kasihan

 

Dan aku pejalan mabuk

Yang terperosok di lubang sumur

Berteriak kencang tentang kebaikan

Berteriak kencang tentang kejahatan

Tapi telinga mereka disumpal alat pendengar

Yang menyanyikan kesombongan penuh sopan santun

2021

 

Anjing jalanan

 

Aku ini anjing jalanan

Aku tak memelihara sopan santun di lemari pakaian

Di baju yang kukenakan, di saku celana, dalam dompet,

Majelis agama, di dalam kelas, di forum – forum

Penuh kehormatan

 

Aku ini anjing jalanan

Yang tak mau bersolek dengan kemerdekaan orang lain,

Yang tak rela berkorban demi siapapun,

Yang tak rela melihat siapapun mengorbankan diri

Selain demi dirinya sendiri

 

Aku ini anjing jalanan

Yang tak rela melihat mereka

Setengah mabuk

Kemudian membelalakkan mata

Ketika mendengar kisah

Hari datangnya sang mesiah

Sambil memimpikan keselamatan

Yang tak pernah mereka upayakan

 

Akulah anjing jalanan

Aku mengangkat kepala di hadapan

Riuh kota

Yang menawarkan keadan semu tentang segalanya

Walau tak jelas hari depan

Akan tergapai dengan cara apa

Aku bisa pikirkan itu

Sambil duduk di sudut terkumuh, minum miras murahan,

Membuka buku, menulis puisi, mendengar Musik klasik

 

Pavane, Op.50 Gabriel faure

Sambil menyindir wali kota, sampai mati,

Sampai mayatku

Ditemukan.

2021

 

Farid Merah, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia juga aktif menulis, bermusik dan bermain peran di UKM Teater Eska.

You may also like

Gerakan Sosial Islam pada Masa Kolonialisme

Gerakan kolonialisme Belanda di Indonesia adalah ekspansi kapitalisme;