Siasat MIVUBI Memprotes Pemerintah Tanpa Takut Represi Aparat

690
Ilustrasi: Instagram @mivubiteam

lpmrhetor.com- Aparat Kota Tangerang langsung menghapus mural wajah Jokowi pada dinding terowongan Tol Kunciran-Bandara Soekarno Hatta, selepas viral di jagad maya. Lenyapnya mural bertulis Jokowi 404: Not Found” serentak diberitakan surat kabar di Indonesia. 

Kejadian tahun 2021 silam itu menjadi salah satu bahan acuan Riyan Kresnandi bersama MIVUBI (Mineversal dan Unibuild) Team dalam pembuatan Deactivating Activism Edition (edisi ketiga). Mereka menganggap mural Jokowi yang diberangus aparat di dunia nyata, harus dirawat dalam dunia virtual.

Riyan masih punya antusias untuk menciptakan karya seni saat pandemi Covid-19 merebak. Mobilitas berkarya kian terbatas, apalagi Riyan tahu persis, banyak karya yang dilarang negara. Akhirnya ia mencoba karya seni dalam bentuk virtual.

Ternyata sesuatu yang tidak dapat dilakukan Riyan di dunia nyata, masih bisa digapai dalam dunia virtual. “Di dunia virtual, nggak ada censorship,” kata Riyan saat diwawancara lpmrhetor, Senin (10/6/2024). 

2020 menjadi tahun pertama Riyan berkarya menggunakan Minecraft. Karya tersebut berjudul Reconnected Access Memory. Beberapa waktu kemudian, ia dihubungi oleh para pegiat game Minecraft. Mereka tertarik bergabung dengan Riyan setelah beberapa media game di Indonesia memberitakan karyanya.

Di tahun berikutnya, MIVUBI terbentuk. Pada tahun itu, mereka mengadakan pameran bertajuk Museum Khatulistiwa bersama Biennale Jogja. “Itu awal karya kami yang pertama. Jadi, Biennale Equator (seri Biennale yang diselenggarakan pada 2011-2022) kan sudah 10 tahun, dari seri 1 hingga 5 waktu itu, nah itu kami museumkan,” ucap Riyan.

Museum Khatulistiwa merupakan edisi pertama pameran Minecraft yang digawangi Riyan Kresnandi. Pada edisi ini, MIVUBI membaca dan memaknai kembali sejarah seni dari negara bekas jajahan di khatulistiwa, seperti India, Arab, Nigeria, Brazil, dan Asia Tenggara selama satu dekade.

Setelah kuratorial diterjemahkan, MIVUBI menampilkannya melalui Minecraft. “Jadi kayak bikin diorama. Kan negara global itu punya 4 karakteristik khusus. Misalnya ada gangguan perkotaan, ada perairan, terus kami coba bikin diorama,” sebut Riyan.

MIVUBI melaksanakan edisi kedua pamerannya di ARTJOG 2022. Mereka kembali mengangkat isu yang pernah ditampilkan Riyan dua tahun sebelumnya. Untuk itu, mereka kembali menggunakan nama proyek “Reconnected Acces Memory”.

Pada edisi ini, “Mereka belajar dan mengajarkan bahwa seni yang berhasil adalah seni yang mengganggu, syukur-syukur diberangus, meski sudah di masa Reformasi (yang katanya lebih bebas),” dikutip dari laman mivubi.com

Dalam proses pengkaryaan, member MIVUBI tergolong sudah berpengalaman. Sebab banyak dari mereka yang terbiasa bermain game Minecraft. Bahkan ada yang menggunakan game buatan Mojang Studios itu sebagai profesi.

Sebagai komunitas, mereka tetap mengagendakan rutinitas non formal seperti sekadar bermain game bersama dan berbincang-bincang melalui discord. Ada 9 peserta yang rutin bermain game dan bergabung discord. Partisipator akan bertambah ketika hendak mengadakan pameran. Itu bukan masalah bagi mereka. Yang terpenting, karya dikerjakan bersama dan tetap menyenangkan.

Anak Muda dan Politik

Begitu masuk dunia virtual ciptaan MIVUBI edisi “Deactivating Activism”, ada berbagai topik yang diekspresikan; mulai dari penghapusan mural Jokowi, penggembosan KPK oleh POLRI, hingga represi terhadap warga pada kasus penggusuran di wilayah Wadas, Kendeng, dan New Yogyakarta International Airport (NYIA).

Mulanya, Riyan merasa topik-topik tersebut cukup sulit diterjemahkan sebagai bahan pengkaryaan. “Ya bingung juga. Ini dekolonisasi ngomongin apa. Terus ngomongin aktivisme itu apa sih,” akunya.

Namun, bersama anggota MIVUBI lainnya, ia tak mau hanya diam. MIVUBI terus cari cara agar topik-topik yang mereka inginkan berhasil diolah. MIVUBI pun bekerja sama dengan beberapa researcher untuk membersamai kajian isu. Tahun 2021, Ardhias Nauvaly bergabung di MIVUBI.

Pria yang akrab disapa Dhias ini berkontribusi sebagai penulis teks di MIVUBI Team. “Aku penulis teks, yang kemudian diolah temen-temen menjadi wall teks di dalam game, terus dialog di dalam game, terus juga konten-konten di sosial medianya. Kalau kamu lihat beberapa waktu belakangan kan mereka sering upload, sering bikin story juga. Per karya ada teksnya, ada dialognya, ada suara narator. Itu aku yang bikin,” ucap Dhias, Sabtu (1/6/2024).

Semenjak diajak berkontribusi, Dhias merasa bahwa anggota MIVUBI sudah memiliki pemahaman konsep. Ia bertugas menerjemahkan konsep yang diinginkan para member agar lebih pas saat ditampilkan.

“Misalnya aku usul yang di map yang Kulon Progo. Itu coba dibikin patok untuk ngomongin patok Sultan Ground. Aku ngasih masukan-masukan kecil seperti itu,” terang Dhias, mempraktikkan saat ia menyarankan ide.

Kesadaran politik anggota MIVUBI memberi kesan baik untuk Dhias. “Anak-anak yang disebut Gen-Z atau Gen-Alfa itu nggak apatis politik, mereka punya kesadaran politik. Cuman, apakah terorganisir atau tidak itu kan lain soal. Kesadarannya sangat tinggi menurutku. Aku jadi keinget, misalnya, adekku tahu makan gratis, Gibran, gemoy, dll. Adik-adik kelas kita itu sangat tinggi kesadaran politiknya,” ujar Dhias. Ia turut mengapresiasi keingintahuan yang tinggi teman-temannya pada topik-topik politik. 

Apa yang disampaikan Dhias dikonfirmasi oleh Riyan. Riyan sendiri beberapa kali terlibat dalam pembuatan mural di Wadas. Ia pun merasa pembicaraan seputar politik jadi keseruan utama di MIVUBI.

Bagi Riyan, kehadiran Dhias sangat berpengaruh pada proses penerjemahan dan pembuatan konten. Dengan penggunaan satir buatan Dhias, misalnya, topik yang dibahas jauh lebih ringan. “Kita merasa relate dengan cara itu. Daripada kita bahas aktivisme dengan cara membahas dekolonisasi, misal, itu kan cukup berat ya,” ungkap Riyan.

Teknik komunikasi satir memang jadi hal baru bagi Dhias ketika menulis. Ini eksperimennya untuk menyesuaikan audiens yang rata-rata adalah pemain game dan digital native.

“Yang Papua misalnya. ‘Papuan lives matter, apaan Papuan lives matter, emang lives kita nggak matter’. Itu sebenarnya aku pengen mengatakan kebenaran, bahwa ketika kita ngomongin tentang Papuan lives matter jangan dulu ngomong all lives matter, karena ada lives yang dianggap tidak metter. Kita angkat dulu derajatnya,” kata Dhias.

Ia percaya cara ini bisa ditangkap oleh anak muda. Justru, Dhias bisa menebak pihak mana yang akan tersinggung dengan konten MIVUBI. Ia siap menjawab ketersinggungan itu, bahwa ini hanya permainan.

“Ini Minecraft. Permainan di mana atom-atom dunianya tersusun dari balok-balok piksel. Permainan di mana kita bisa membuat sendiri dunia seturut aturan-aturannya. Permainan yang benar-benar kembali ke asal katanya: main-main. Jadi, kalau ada yang serius, ah, anggap saja main-main,” tulis Dhias di mivubi.com. 

Dari Seni Hingga Gerakan

dok.pribadi/naufalzabidi

Sore itu, Riyan sedang ikut menyiapkan pameran ARTJOG 2024. Saat waktu senggang, ia menyempatkan bercerita kepada lpmrhetor tentang proses terbentuknya MIVUBI hingga pameran edisi ketiganya, Deactivating Activism. Riyan menjawab pertanyaan tentang tema yang selalu ia dalami selama berkarya. “Hak asasi manusia,” jawabnya.

Tema ini akrab dengan kehidupan Riyan, “Sejak kecil. Karena basic keluargaku penyintas 65, ya!”

Riyan mendalami karya seni sejak 2013. Ia sengaja menggunakan seni sebagai alat membicarakan kemanusiaan. Tema tersebut kembali digalinya dalam Deactivating Activism, pameran ketiga MIVUBI yang membicarakan tentang pemberangusan gerakan. 

Edisi ini menyajikan beragam kasus seperti pelarangan protes dan kekerasan aparat terhadap warga. MIVUBI hanya menampilkan edisi ini secara daring (dapat diakses melalui platform  Instagram, Tiktok, dan Youtube).

“Aku melihat ini adalah step up dari pameran sebelumnya yang ngomongin pemberangusan seni rupa, mereka pengen bilang, seni rupa tuh little part of society,” jelas Dhias. 

“Jadi kalau pengen lebih utuh memandang dunia, menurutku, mereka itu berpikir kita harus ngeliat masyarakat. Jadi bukan hanya pemberangusan seni rupa. Tapi pemberangusan gerakan masyarakat,” lanjutnya.

Dua hari sebelum diwawancarai, Dhias hadir dalam kemah “Aksi Tolak Uang Pangkal” di UGM. Malam itu, Dhias merasa senang ketika pembicaraan terarah pada gerakan massa. Keterlibatan dalam gerakan membuat tema yang diusung MIVUBI sangat relevan baginya.

Keinginan anggota MIVUBI mempelajari seni dan gerakan sangat berkesan bagi Dhias. Apalagi sebagian dari mereka merupakan anak muda yang bukan berasal dari seniman maupun gerakan massa.

“Itu kan menurutku hal yang menarik ya. Itu memperlihatkan kita betapa cairnya dunia, betapa cairnya dunia seni, dan mungkin betapa cairnya dunia gerakan ya. Artinya semua orang bisa unjuk gigi, semua orang bisa urun kontribusi,” pungkas Dhias.[]

Reporter: Naufal Zabidi

Editor: Ruhana Maysarotul Muwafaqoh

You may also like

Cerita Seorang Dosen Difabel Daksa: Sulit Cari Kampus, Infrastruktur Tak Ramah Difabel, hingga Stigma Negatif di Masyarakat

Selagi ruang publiknya aksesibel dan sistem sosialnya mendukung,