lpmrhetor.com – “Ketika semuanya menjadi gelap, sendiri, dan sunyi, tidak ada lagi yang menemani kecuali amal baik” Sebuah ungkapan rohani terlihat pada poster yang terpasang di tiang listrik Gang Wijaya, beberapa hari menjelang bulan Ramadhan. Kalimat itu merupakan salah satu dari puluhan karya visual yang tertempel rapi di beberapa sudut perkampungan Sapen, Gondokusuman, Yogyakarta.
Setiap memasuki bulan Ramadhan, banyak masyarakat muslim di berbagai daerah merasa perlu untuk menyiapkan sebuah sambutan hangat. Spanduk dan poster jadi satu dari sekian opsi yang kerap digunakan. Tak heran jika media seperti spanduk dan poster warna-warni dengan berbagai ukuran terbentang di mana-mana. Narasi yang dibawa biasanya senada: ucapan selamat menunaikan ibadah puasa. Bahkan, tak jarang hal demikian dijadikan ajang narsis bagi pejabat setempat.
Namun, panitia Ramadhan masjid Safinaturahmah Sapen enggan menggunakan cara serupa. Mereka memilih merias sudut-sudut Sapen dengan poster berisi narasi-narasi dakwah.
Tercatat sejumlah 38 poster siap menemani para pejalan di Sapen untuk jelajah religi dengan sedikit sentuhan artistik. Dipajang sebagai sarana alternatif untuk menyampaikan nilai-nilai keagamaan. Ide tersebut lahir dari pikiran kreatif para panitia.
Penyampaian dakwah melalui poster ini menjadi respon panitia untuk menjawab tantangan perkembangan zaman. Hal ini disampaikan Soma selaku Koordinator divisi Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi (Pubdekdok) saat ditemui lpmrhetor.com (07/04).
Bagi pria yang berprofesi sebagai desainer lepas ini, dakwah berupa doktrin satu arah menjadi semakin tak relevan di era multidimensi seperti sekarang. Ia yakin dakwah yang dilakukan secara interaktif memiliki kekuatan lebih dan pesan-pesan yang ada dalam poster itu tak lain adalah usaha mereka untuk berinteraksi dengan pembaca.
“Ketika kita memberikan publikasi berupa visual itu, nanti jadi kayak komunikasi. Baca gini kan kayak komunikasi. Jadi paham sendiri. Karena eranya digital, apa-apa baca, toh, selain melihat juga baca,” tutur Soma.
Membaca poster, bagi Soma, merupakan aktivitas personal yang sangat intim dengan tulisan. Dalam hal ini, panitia Ramadhan ingin mengajak pembaca untuk bergulat dengan pikirannya sendiri.
“Mengenai makna dari situ kan biar si pembaca sendiri yang menafsirkan. Kenapa kok saya memilih tulisan? Ya, tujuannya itu supaya orang berinteraksi dengan kalimat-kalimat,” tambahnya.
Cakrawala seni diperluas untuk menyampaikan berbagai gejala kehidupan sehari-hari, termasuk sebagai sarana dakwah. Ini lah cara kerja poster-poster itu. Selain menjual seni visual dan nilai estetik, tulisan-tulisannya dimaksudkan mengandung pengertian yang terbuka.
Seperti salah satu poster dengan tulisan ”Ramadhan saat tepat belajar menjaga lisan dan hati.” Pembaca dibebaskan untuk menangkap pesan poster, apakah berlaku saat ramadhan saja atau untuk bulan-bulan yang lain. Sehingga, tak perlu merasa terbebani dengan maksud sebenarnya yang ingin disampaikan oleh panitia.
Hadirnya poster-poster di tengah perkampungan ini dianggap sebagai salah satu strategi yang mujarab untuk menyampaikan pesan baik. Terlebih, Sapen merupakan daerah yang tak pernah sepi dari masyarakat umum maupun mahasiswa, karena lokasinya yang terletak persis di bagian selatan kampus UIN Suka.
Rumah makan yang berjejer di sepanjang jalan turut memberi alasan mengapa poster itu dipasang. Dalam hal ini, posisi strategisnya mampu memberi tenaga lebih terhadap berlembar-lembar tulisan yang akan menjungkirbalikkan persepsi kita tentang kegairahan beragama.
“Saya kira itu mujarab, walaupun dia itu sama sekali, nuwun sewu, jauh dari agama. Tapi ketika dia baca itu, pasti akan terngiang,” ucapnya.
Ia percaya, dengan membuat poster berisi kata-kata bijak dan unik akan membuat pesan-pesan lebih mudah diterima.
Terwujudnya poster dakwah ini bukan hasil karya kelompoknya saja. Ada campur tangan komunitas MDC (Muslim Design Community). Kegiatan ini pun sudah berjalan sejak tahun lalu.
“Terwujud itu, dan bisa langsung jadi, itu atas bantuan kawan-kawan dari komunitas. Ini menggunakan sisa yang tahun-tahun kemaren, belum nambah lagi karena waktu mepet,” imbuhnya.
Tapi, mengenai siapa sesungguhnya yang mampu mendengar suara dari poster-poster itu? Biarlah poster yang menjalankan tugasnya sebagai alat penyambung dakwah sembari menisbikan setiap kalimat di benak individu, “termasuk diri saya sendiri,” kata Soma.
Terbesit harapan besar dari digelarnya poster dakwah ini. Poster ini bisa dijadikan sebuah temuan bagi seseorang yang membacanya dan bisa jadi ilmu baru yang ada kaitannya dengan agama, lalu mungkin akan ada kemauan untuk eksplorasi lebih lanjut.
Reporter: Siti Nurlaili dan Muhammad Rizki Yusrial
Editor : M. Hasbi Kamil