Puisi-puisi Syarif Hidayat: Ayat Abu-abu

655
Ilustrasi/Almira Riva Az Zahra

AKU INI APA?

2019

 

Berkenankah dirimu mendengarkan pertanyaanku?

Sebenarnya kamu anggap aku ini apa?

Apakah seperti halnya kupu-kupu

Yang melintas dan hinggap di lentik jarimu

Lantas melukiskan pelangi di sudut senyummu?

 

Namun, saat setelah pergi kupu-kupu itu,

Apakah pun pelangi itu akan sirna?

Atau, dirimu seperti merak yang bangga dengan keelokan rupa

Lalu mencampakkan si gagak yang diam-diam mengagumi

Merak dari ketinggian?

 

Atau seperti mahkota langit yang menjulang dan bertakhtakan

Mentari purnama serta semesta yang sinarnya gemerlap bak mutiara?

 

Yang berdiri angkuh di hadapan bumi juga keberadaannya

dimanfaatkan makhluk lain pun merugikan dirinya sendiri

hanya bisa menengadah dan menatap ke atas sembari berujar

untuk segera diturunkan hujan untuknya?

 

Entahlah, aku pun tak tahu diriku ini apa

Dan engkau datang dari mana

 

AYAT ABU-ABU

2019

 

Langit kelabu

Bercengkrama serasi pada cakrawala itu

Awan menuturkan kerinduan yang sangat kejam

Dibawa oleh hembusan angin

Derap langkah masih berjalan

Menapaki jejak kerinduan yang engkau hempaskan

Pagiku menuju barat

Petangmu menuju timur

Melintasi bekas janji-janjimu yang kau ikat

Entah apa yang kurasa

Mengapa jiwa ini terus bicara

Tentang sepotong harapan yang kau sampaikan

Tahukah….

Ego ini terus menuntut agar dirimu “bertanggung

jawab” akan perasaan yang berkecamuk di dada

Tetapi nurani selalu berkata, “tunggulah mungkin belum

saatnya”

Impian beriringan dengan harapan sunyi

Mereka berkata:

“bersabarlah, dia mungkin sedang menyiapkan diri”

Dan untuk menjemputmu kekasihku

Akan aku persiapkan jasad ini

 

 

AKU ADALAH

2019

 

Siapa kamu?

Tanyamu padaku

Kujawab, aku adalah kamu dan kamu adalah aku

Kamu adalah kamu dan aku adalah aku

Menciptakan detik nyanyikan sulamannya

Seperti pekarangan bunga sakura

Aku adalah abadi yang berkesudahan adalah waktu

Waktu tak bisa menghentikan pengembaraanku

Lemah gontai tak bersisa membendungku seorang diri

Karena aku yang abadi

 

SATU HARI NANTI

2019

Suatu hari, lembah bertanya pada burung pelatuk

“Apakah kamu mencintai pohon? ”

“Iya, aku mencintainya ” jawab si burung

“Apakah kamu akan selalu bersamanya?”

“ Hmm, sepertinya iya ”

 

“Aku beritahu, mencintai itu menciptakan sengsara. Cinta itu pembodohan, bajingan, penipu ulung, Cuma angan-angan belaka, merugikan, mengecewakan dan sumber penyakit”

 

“Aku tanya sekali lagi, apakah kamu tetap mencintainya? ”

Dengan mantap si burung mengangguk lalu menjawab:

“Iya, sampai mati akan selalu aku cintai ”

“ Hahaha, selamat kau telah menemukan cinta sejati, ” lembah terkekeh

 

SENDIRI, SUNYI DAN KEPEDIHAN

2019

 

Menurutmu, saat dirimu sangat merasa sendiri

Tenggelam dalam luas samudera sunyi

Jauh terjatuh dalam permukaan palung yang paling sepi

Tak ada tangan yang mengulur butir bantuan padamu

Tak ada mulut yang berkata menyemangatimu

Tak ada mata yang melihat pedih deritamu

Maka, kemarilah dan duduk di sampingku

Curahkan semua pilumu

Aku siap menjadi bara yang menghangatkanmu

Aku sedia menjadi tangan yang mengusap air matamu

Aku akan menjadi mulut yang senantiasa mendoakanmu

Aku pastikan menjadi mata yang membuka cakrawala

Izinkan aku mengompres luka di hati kecilmu

Dan peluk erat hayat ini

Lalu rasakan, disana ada hati yang setia menopang hadirmu

Namun, jika dirimu sudah tak membutuhkanku

Tak apa, itu hakmu

Tapi ingatlah selalu,

Apabila kau butuh aku

Aku akan selalu ada untukmu

Bunga hatiku

 

Syarif, lahir di rahim Majalengka dan di usia remaja terkontaminasi udara suci kota Bekasi. Kecilnya sering nangisin anak orang tapi kini sering nangisin keadaan ekonomi dan kondisi negeri

You may also like

Gerakan Sosial Islam pada Masa Kolonialisme

Gerakan kolonialisme Belanda di Indonesia adalah ekspansi kapitalisme;