Menangkap Waktu, Memeluk Takdir
upeti buat Lie
semacam angin tak tahu jenis apa
ia lembut meski sedikit meracau
pijakkan kakiku tak sanggup
menopang hantaman itu
ia berkelakar menjangkit
seluruh tubuhku
kemudian dari sisi yang lain
bangunan runtuh dan
pohon-pohon tumbang
dan di sudut sana
hamparan danau begitu tenang
memanggil-manggil; aku yang layu
tepat di belakangku
jalanan membelah dua
yang berusaha menggapaiku
terdiam tak berdaya
dan tepat di sebelahku
kediamanku yang berdiri kokoh
barang satu genteng merosot tak ada;
tampak pertaruhan
terukir jelas di langit
sayangku, Lie
rupanya waktu, tidak pernah menunggu kita
begitu pun dengan takdir, ia memaksa kita..
mengejar dan menangkapnya
mengikutinya dan memeluknya
sayangku, Lie
tepat di hadapanku, mengajakku terbang
menggapai pertaruhan, menangkap waktu..
dan memeluk takdir
Jogja, 2023
Berputar Roda, Mengejar
teman-temanku banyak yang resah
sebab keadaan selalu memaksa
meski ga maksa maksa amat
tapi aku perhatikan lagi
aku pikir lagi
biasa saja
teman-temanku tidak merasa gelisah
meski tahu
tempe di atas kulkas
lekas membusuk
ya, meski sadar
di rumah ada cicilan yang mencaci
orangtua sedari bangun tidur hingga tidur lagi
di kostan ada beban moral yang menggauli
sampai kebas mati rasa
sedangkan di luar sana roda gerigi semakin tajam
jaket, sepatu, sampai wajah makin berkilau
dan keberadaan teman, saudara, atau seseorang siapapun itu
tak lagi cukup dibayar dengan segelas kopi kapal api
Sleman, 2023
Ode Tiga-Satu Januari
hei ~
ini hari ulang tahunmu bukan?
tutup hidungmu!
amboi!!! banyak betul
tahi ayam
tahi kerbau—
hingga tahi manusia
berserakan di sepanjang jalan sana
dengarkan baik-baik..
aku! aku ini tidak tahu
mengingatnya atau tidak—
namun yang ku tahu
aku senang mengenalmu
meski banyak tahi yang berserakan di sepanjang jalan sana
ssstt!
ya, selalu ku ingat ulang tahunmu
jangan berisik!
bos besar
mak lampir—
hingga tuan vampir
sedang sibuk menjilat tahi di sepanjang jalan sana
…
tarik nafas~
hembuskan,
perlahan dan tenang
kendaraan yang sedikit berlalu lalang
pula terdengar suara tv di ruang tamu
serta hentakan kaki para bocah yang sedang asik berlarian di sepanjang jalan sana
kemudian, dari sisi yang tertutup
kian syahdu menikmati waktu di halimuli
rohmu dan bola mata yang sayup
serupa ode ode para tetua di surga;
bak taratik rang sembahyang, masuak sarato tahu, kalua sarato takuik
tak sanggup seekor gagak
yang terlepas lekas di tengah lautan
kembali pada tuannya
tak sanggup sekoci tua
binasa akan terjangan ombak
pun denganku,
seonggok daging yang takut mati
menenggak sebotol anggur dalam kesunyian;
bak mandapek durian runtuah, bak mandapek kijang patah.
…
wahai engkau pemenang atas hidup yang bersahaja~
aku sudah menyiapkan beberapa
bom rakit yang siap ku tempel di gedung-gedung pencakar langit
aku pun sudah menyiapkan
tiga puluh satu pasukan
dengan petasan warna warni
pada masing masing tuan
yang sedang menunggu interupsi
di sepanjang jalan sana
…
hei Nona ~
siapkan gaun terbaikmu
pinjam sebentar radio musik milik Ayah
dan siapkan pula sepiring cookies buatan Bunda
tak lupa segelas susu dingin dengan campuran perasan limun
tepat saat malam pergantian hari
tiga puluh januari—
pada tiga puluh satu januari;
langit pesta pora menyahut berkelindan
senandung lagu meracau bersahutan
dengan gaun indahmu melambai lambai
rayakanlah seraya menari nari
hayati ucapan hangat dari orang orang yang saling kasih mengasihi
maka, diberkatilah duhai engkau
Jogja, 2022
Widadhu lahir dan tumbuh di wisata debu Cileung(sick), Bogor. Sedari kecil melayani warung nasi padang dan kini menjadi tukang masak paruh waktu di kedai kopi.