Sejak lama saya memikirkan untuk meliput soal keterlambatan cairnya dana program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) di UIN Sunan Kalijaga. Saya dahulu mendaftar program ini, namun tidak diterima. Pada tulisan kali ini saya ingin bercerita tentang proses selama saya meliput isu ini yang ternyata sangat tidak mudah.
Tulisan ini lahir bukan atas dasar rasa dendam saya karena tidak lolos tahap seleksi program KIP-K, namun hanya isu inilah yang tiba-tiba terlintas di benak saya. Lalu, pertanyaan selanjutnya adalah, hal apa yang harus saya tulis mengenai KIP-K?
Kebingungan saya mulai terurai sampai pada suatu hari teman dari teman kamar saya (saya panggil “mbak”) datang ke kamar kami. Lalu, mereka memperbincangkan soal telatnya pencairan dana program KIP-K.
“Dana KIP-K beneran telat, mbak?,” sambar saya.
“Iya. Sekarang aku gak ada uang,” jawab mbak itu.
Saya langsung mengambil buku catatan saya untuk mencatat beberapa hal yang bisa dijadikan informasi awal mengenai keterlambatan cairnya dana program KIP-K ini. Saya bertanya kepada mbak itu apakah dana program KIP-K selalu telat cair. Dan ia mengiyakan. Tanpa berpikir panjang, saya meminta izin kepadanya untuk mewawancarainya. Sayangnya, dia menolak dan mengusulkan mahasiswa lain sesama penerima program KIP-K yang menurutnya pantas untuk diwawancara.
Kemudian saya menghubungi mahasiswa yang diusulkan oleh si mbak. Saya meminta kesediaan dirinya untuk diwawancarai dan dia setuju. Saya menanyakan kepadanya bagaimana proses cairnya dana program KIP-K hingga sampai kepada para mahasiswa penerima program ini. Dia menjelaskan secara rinci. Hasil wawancara saya dengan narasumber awal dan keluhan dari si mbak, saya jadikan bahan untuk menulis proposal liputan yang nantinya akan saya berikan kepada pemimpin redaksi.
Pemimpin redaksi menyetujui proposal liputan saya dengan beberapa catatan. Setelah mendapatkan persetujuan, saya langsung mencari narasumber lain. Bertemulah saya dengan Sinta (bukan nama sebenarnya). Dari Sinta saya mendapatkan banyak nama mahasiswa penerima KIP-K lain yang harus saya wawancara.
Sulitnya mendapatkan konfirmasi dari pejabat kampus
Rasanya sulit sekali mendapatkan penjelasan soal keterlambatan pencairan dana program KIP-K ini dari pihak kampus yang berwenang dalam mengurus KIP-K. Ketika saya menghubungi Abdur Rozaki , Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, lewat pesan Whatsapp, saya tak mendapatkan satu jawaban pun dari dia
Akhirnya semua pertanyaan yang sudah saya siapkan untuk Rozaki sia-sia tak tersampaikan.
Karena Rozaki tak merespons pesan saya, saya memutuskan untuk menemui Pajar Hatma Indra Jaya, Wakil Dekan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Saya menghubungi dia untuk mengajukan permohonan wawancara dan ia menyetujuinya. Kami mengatur jadwal yang tepat untuk melakukan sesi wawancara.
Keesokan harinya, saya datang ke ruang wakil dekan III dan Pajar menyambut saya dengan senyum merekah. Dia memperlakukan saya dengan baik. Lalu, apakah dia memberikan penjelasan terkait keterlambatan cairnya dana program KIP-K? Sama sekali tidak. Dia tidak tahu menahu soal masalah ini. Dia menyarankan saya untuk bertemu Boy Fendria Jatnika, Kepala Bagian Kemahasiswaan dan Alumni.
Malamnya, saya mengirimi Boy pesan lewat Whatsapp. Dua kali mengirim pesan kepadanya, namun saya tetap tidak mendapatkan balasan, hingga akhirnya dia menelepon saya. Boy menolak untuk diwawancara dengan alasan dia takut kepada pimpinan. Lalu dia menyarankan saya untuk menghubungi Mamat Rahmatullah selaku Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan dan Kerjasama. Walah, saya “dilempar” lagi.
Saya bisa menduga jika saya datang menemui Mamat, kemungkinan saya akan diarahkan lagi untuk menemui Rozaki. Sudah cukup. Draf liputan ini sudah lama mengendap di laptop saya. Saya ingin segera menyelesaikannya.
Setidaknya saya harus mendapatkan konfirmasi dari salah satu pejabat kampus yang berwenang mengurusi KIP-K. Itulah ambisi saya. Saya mencoba menghubungi Siti Fatimah selaku staf kemahasiswaan di rektorat.
Setelah dua kali mengirim pesan kepada Siti Fatimah melalui WhatsApp akhirnya beliau pun menjawab dengan menganjurkan saya untuk menemui pimpinan. Dia juga menuliskan akan menyampaikan pesan saya kepada pimpinan yang disebut-sebut.
“Terkait wawancara beasiswa, pimpinan yang berhak untuk menyampaikan informasi, nggeh, kak. Izin Saya sampaikan ke pimpinan dulu yaa,” jawaban yang diberikan Siti Fatimah ketika dimintai wawancara.
Saat saya kembali bertanya terkait perkembangan izin dari pimpinan kepada Siti Fatimah, saya lagi-lagi tidak mendapatkan balasan lagi hingga saat ini.
Mencari nama narasumber lewat aplikasi Getcontact
Sebenarnya ada satu lagi narasumber yang saya harap dapat diwawancarai, yaitu Yati. Ia adalah seorang staf yang dahulu mengurus KIP-K. Meskipun kini Yati telah dipindahtugaskan dan tidak lagi mengurus KIP-K, saya tetap berharap bisa mewawancarai beliau dengan maksud agar bisa menjelaskan informasi yang Yati ketahui terkait KIP-K.
Akan tetapi Yati sama seperti narasumber lain, menolak untuk diwawancara. Pada akhirnya saya kembali dibuat kebingungan karena Yati juga menganjurkan saya untuk menemui bagian kemahasiswaan.
Yati adalah seorang yang misterius. Saya kesulitan ketika mencari nama lengkapnya di internet. Selain itu, saya juga ingin tahu posisi apa yang sekarang ditempatinya setelah dipindahtugaskan..
Saya berpikiran untuk menanyakan informasi tentang Yati ke bagian Tata Usaha (TU) di rektorat. Saat mulai memasuki ruangan TU, saya tak dapat melihat seorang pun berjaga di ruangan tersebut, sampai akhirnya saya melihat seorang staf di sana dan menyuruh saya masuk.
Saat mulai memperkenalkan diri saya sebagai jurnalis Rhetor dan menyampaikan tujuan saya untuk mengetahui informasi tentang Yati, staf tersebut langsung memberikan nasehat kepada saya agar tidak memberitakan hal-hal negatif tentang kampus. Staf itu berbicara panjang lebar tentang dampak pemberitaan Rhetor yang merugikan banyak alumni ketika mencari kerja. Saya mengiyakan saja. Setelah mendengarkan omongan staf itu, akhirnya saya mendapatkan informasi bahwa Yati kini menduduki posisi keuangan di pascasarjana.
Pertanyaan selanjutnya, siapa nama lengkap Yati? Hampir putus asa karena tidak mendapatkan informasi terkait Yati ini, akhirnya saya memutuskan untuk mencoba mengecek nama lengkapnya melalui aplikasi Getcontact. Beruntungnya saya berhasil mendapatkan nama asli dari Yati ini, yaitu Mukhbarotul Haqqoniyaty.
Padahal saya sudah bersusah payah untuk mencari informasi tentang para narasumber ini sampai harus rela terus menerus mengulur waktu untuk mengirimkannya ke bagian redaksi. Sambil dikejar deadline UAS dan juga deadline liputan, saya merasa usaha saya untuk mewawancarai narasumber tersebut berakhir dengan sia-sia.
“Saya sudah capek-capek cari informasi tentang narasumber yang pada akhirnya tidak saya wawancarai,” keluh saya kepada pemred.
Begitulah proses saya selama meliput soal keterlambatan cairnya dana program KIP-K. Sulit. Saya terombang-ambing mencari konfirmasi dari pihak kampus. Staf kampus banyak yang takut kepada pimpinan sedangkan pimpinannya sulit sekali dihubungi. Lalu, bagaimana cara pihak kampus menyelesaikan masalah yang cukup fatal ini? []
Penulis: Olivia Subandi
Editor: Hifzha Aulia Azka