lpmrhetor.com – Berangkat dari keprihatinan terhadap maraknya kasus kekerasan seksual dan tidak hadirnya payung hukum yang mampu mengakomodir segala kebutuhan korban, membuat massa aksi menuntut pemerintah agar RUU PKS segera disahkan. Hal itu diungkapkan oleh Laili, Koordinator Umum aksi dalam rangka memperingati International Women’s Day (IWD) tahun 2022 pada Selasa (08/03/2022) di Tugu Yogyakarta.
Komite International Women’s Day Yogyakarta menggelar aksi damai dengan mengusung tema “Bersama Perempuan Melawan Diskriminasi, Kapitalisme, dan Kekerasan Seksual”. Pihaknya melihat masih banyak perkara terkait kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum minoritas yang harus diselesaikan, serta RUU PKS yang tak kunjung disahkan. Adanya hal tersebut membuat massa aksi terus mendesak pemerintah mengesahkan RUU PKS dan menerapkan Permendikbudristek No.30 Tahun 2021 di institusi pendidikan khususnya di perguruan tinggi.
“Seperti yang kita ketahui, bahwa setiap tahun marak sekali terjadi kasus kekerasan seksual, bahkan di ranah kampus. Salah satu poin yang kami desak pada IWD kali ini adalah: pemerintah mengesahkan RUU PKS dan menerapkan Permendikbud No.30 di seluruh instansi Pendidikan, terutama perguruan tinggi. Karena banyak sekali terjadi kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen dan maupun mahasiswa,” jelas Laili selaku koordinator umum massa aksi.
Sebelumnya, di tahun awal perjuangan RUU PKS diusulkan, tahun 2016, tercatat 1 dari 3 perempuan usia 15 sampai 64 tahun pernah mengalami kekerasan seksual. Data ini berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN). Sayangnya, sejak tahun itu hingga saat ini RUU PKS masih belum menemukan titik terang.
Semenjak dimasukkan lagi ke Program Legislasi Nasional (Proglegnas) pada Maret 2021, setelah dikeluarkan pada tahun 2020 lalu, RUU PKS berubah menjadi RUU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual).
Di dalam RUU PKS sendiri terdapat 9 poin bentuk kekerasan, seperti pelecehan, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan pelacuran, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual, perbudakan seksual dan eksploitasi seksual. Sedangkan di RUU TPKS hanya terdapat poin pelecehan seksual, pemaksaan memakai alat kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, eksploitasi seksual dan tindak pidana kekerasan seksual yang disertai dengan perbuatan pidana lain. Sehingga, Laili turut menyayangkan adanya keputusan DPR yang memangkas poin-poin RUU PKS.
“Banyak sekali poin-poin dalam RUU PKS yang dipangkas dalam TPKS. Maka kami menolak untuk menerima RUU TPKS dari DPR dan tetap mendukung RUU PKS yang lama karena bentuk-bentuk kekerasan seksual yang terdapat RUU PKS sangatlah lengkap,” ungkap Laili.
Like Ardila, selaku massa aksi dan perwakilan dari Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah AR.Fakhruddin, mengatakan hal yang serupa dengan Laili. Menurutnya, mandeknya RUU PKS di Proglegnas dapat menghambat perwujudan ruang aman bagi perempuan.
“Sebenarnya kekerasan seksual tidak bisa hanya berhenti di Proglegnas dan bisa ketahui bahwa RUU PKS sampai sekarang juga masih dipreteli dan hanya berhenti di Proglegnas,” jelasnya.
Selain RUU PKS, solusi terhadap penanganan kekerasan seksual ini juga bergantung pada Permendikbud No.30 tahun 2021. Laili mengatakan belum ada ruang aman bagi mahasiswa di lingkungan pendidikan. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh kementrian pendidikan dan kebudayan, memaparkan bahwa sebanyak 77 persen dosen mengakui tindak kekerasan seksual terjadi di lingkup perguruan tinggi. Survey ini dilakukan secara mandiri pada tahun 2020. Sehingga menunjukkan bahwa Permendikbud No.30 ini harus segera diterapkan.
Begitupun pendapat yang disampaikan oleh Like, Permendikbud No.30 ini belum terimplementasi secara baik, padahal umur regulasi tersebut sudah terhitung dua tahun semenjak dibentuk di tahun 2020
Laili mengungkapkan bahwa goals dari digelarnya aksi damai kali ini ialah pengesahan RUU PKS oleh pemerintah dan penerapan Permendikbudristek No.30 Tahun 2021.
“Sebenarnya kami tidak mendiskriminasi semua tuntutan yang ada tetapi goals yang ingin kami desakkan pada aksi kali ini, karena mengingat darurat kekerasan seksual, bahkan terjadi kasus yang dilakukan oleh aparat kepolisian, maka kami mendorong untuk segera disahkan RUU PKS tanpa dipreteli dan diterapkannya Permendikbud Nomor 30 di semua Universitas sebagai jaminan untuk korban kekerasan seksual untuk mendapatkan penanganan hukum dan juga psikologi,” pungkas Laili.
Selain itu, aksi yang dimulai Pukul 13.00 WIB hingga sore ini juga diwarnai orasi-orasi dari massa aksi yang diselingi juga dengan pembacaan puisi. Massa aksi juga membawa poster, spanduk, dan aksesoris lain sebagai media untuk menyampaikan keresahannya.
Reporter: Hifzha dan Yusrial
Editor: Lutfiana Rizqi S