Aksi ini tidak terkesan sangat maskulin. Ini kan Hari Perempuan Internasional. Maka dari itu, kita membuat aksi yang menyenangkan. Hal ini disampaikan oleh De, Humas Komite IWD, pada aksi peringatan Hari Perempuan Internasional di Bundaran UGM pada Jumat (08/03/2024).
Para peserta aksi merayakan IWD tahun ini dengan bahagia. Mereka melakukan pertunjukan seni sebagai cara menyampaikan keresahan mereka di panggung terbuka.
Poster-poster bernada perlawanan dengan warna cerah juga menghiasi aksi hari ini.
De menganggap perlawanan itu tidak harus hanya dengan orasi. Segala bentuk penyampaian keresahan yang ditunjukan para peserta aksi adalah bentuk perlawanan atas penindasan yang mereka alami.
“Alasan lainnya, kalau berjuang itu tidak harus melulu dengan cara-cara yang menyeramkan. Kita bisa berjuang dan tetap bahagia, karena kalau kita baru mau bahagia setelah kita mendapatkan hak kita setelah merdeka itu mau kapan kita bisa bahagia,” jelas De.
Setiap individu, lanjut De, memiliki bentuk ketertindasannya masing-masing. Setiap individu yang memiliki keresahan diakomodasi dalam aksi ini.
“Semua individu mengalami penindasan yang berbeda-beda, semua itu valid, semua itu unik. Kami mau teman-teman yang hadir hari ini menyuarakan ketertindasannya yang dialami baik secara individu maupun secara kolektif”, ujar De.
Maka dari itu, tema IWD yogyakarta 2024 ini adalah “Mari Kak Rebut Kembali”. Tahun ini mereka tidak menentukan tema yang spesifik untuk satu isu saja.
“Setiap ketertindasan yang dialami oleh setiap individu itu adalah hal yang valid dan kita harus menyuarakan itu bersama-sama,” kata De.
Peringatan IWD Yogykarta tahun ini berbeda dengan peringatan tahun-tahun sebelumnya. Menurut R, peserta aksi, IWD kali ini diadakan di tempat yang nyaman bagi peserta aksi.
“Tahun ini IWD lumayan baru karena temptnya belum pernah ditempati IWD sebelumnya. Di Tugu Jogja, Titik Nol tempatnya kurang inklusif dan hari ini pesertanya jauh lebih banyak dan orang-orang bisa lebih memperhatikan dengan seksama,” ungkap R.
R berharap agar para perempuan bisa terus melawan segala bentuk penindasan dan stigma.
“Jika perempuan terbebas dari stigma, kehidupan menjadi lebih menyenangkan dan memerdekakan,” pungkas R. []
Reporter: Putri Inayatul Jannah S.
Editor: Hifzha Aulia Azka