Kampus Rakyat kok Menjerat?
Semburat kebahagiaan terpancar dari wajahnya.
Kupu-kupu ria sesaat tersebar ke kedua orang tua.
Keluarga, teman sebaya, sahabat SMA bahkan seluruh tetangga mendengarnya.
Seakan angin membeberkan berita kelulusan ke seluruh dunia.
Bibirnya tak berhenti merapalkan syukur.
Kebahagiaannya kini tak bisa diukur.
Namun, bulan sabit di wajahnya tak bertahan lama.
Surat edaran membalikkan suasana.
Impian seakan diruntuhkan oleh Uang Kuliah Tunggal.
Yang diharuskan untuk tidak melanjutkan tinggal.
Kampus impiannya ternyata tak sesuai ekspektasinya.
Biaya kuliahnya tak sebanding ekonomi keluarga.
Dia termenung di pojokan kamar.
Memikirkan kebijakan kampus yang begitu sangar.
“Kampus Rakyat kok menjerat?”
“PBAK or Unjuk Rasa?”
PBAK,
Pusat awal season para Maba.
Yang katanya momen para Kating memperlihatkan taringnya.
Membalaskan orientasi dendam lama.
Tanpa tahu,
Hal itu adalah momen beberapa etnis tertawa lepas.
Kursi jabatan dan Uang Kuliah Tunggal membuatnya begitu puas.
Tahun-tahun sebelumnya tampak biasa saja.
Tapi, berbeda untuk tahun 2022.
PBAK bukan sekadar PBAK.
Kini bertransformasi unjuk rasa.
Pengenalan berubah tuntutan keadilan.
Yang sederhana tak mau dihakimi semena-mena.
Kami bersuara, katanya membangkang.
Nasib kami diancam di ujung pena sang dekan.
Suara kami mau dibungkam.
Alasan takut kami bertindak makar. []
Hairul Amin, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.