lpmrhetor.com- “Sekolah justru mereproduksi ketimpangan sosial” begitulah perkataan sosiolog Perancis Pierre Bourdieu yang diadopsi Andreas Budi Widyanta atau Bung Abe dalam diskusi yang bertajuk Pendidikan yang Membebaskan, Pendidikan Bukan Penjara. Diskusi ini dilaksanakan pada Jumat, 06 Januari 2023 di Griya Gusdurian.
“Teman-teman pasti paham bagaimana kita diajarkan dari SD hingga kuliah diminta untuk bersaing dan saling mengalahkan teman kita sendiri di dalam kelas untuk berkompetisi dalam pelajaran, sangat bengis bukan?” ujar Bung Abe.
Orang lain di sekitar kita saat sekolah dapat diartikan sebagai teman, yang belajar bersama-sama, teman seperjalanan dalam proses mencari pengetahuan. Menurut Bung Abe, relasi pertemanan itu akan berdampak terhadap proses belajar.
Proses belajar yang sikut-sikutan karena memperebutkan ranking, dapat membuat posisi murid mematahkan social self (dukungan sosial persahabatan). Iklim belajar menjadi begitu individualis dan syarat akan ketimpangan sosial.
Bung Abe menjelaskan bahwa metode pembelajaran semacam itu akan memberikan implikasi yang sangat serius. Kultur pendidikan menciptakan siswa yang harus bersaing dalam memperebutkan posisi tertinggi di kelas. Sementara mata pelajaran yang digunakan tidak semuanya dikuasai oleh siswa yang berasal dari beragam latar belakang.
Dengan penyamarataan sistem pendidikan ini membuat mereka berusaha saling menyingkirkan satu sama lain. Hal tersebut terlihat tidak mempertimbangkan aspek perbedaan yang dimiliki oleh setiap siswa. Ini adalah awal dari ketimpangan yang begitu jelas mulai dari bangku sekolah.
“Dalam proses pendidikan itu mestinya gak bisa lalu bersifat general, kurikulum dibuat terpusat sama persis lalu diterapkan seperti cetakan. Lah wong kita lahir beda-beda, kebutuhannya beda-beda,” tuturnya.
Senada dengan Bung Abe, Sri Wahyaningsih selaku pendiri Sanggar Anak Alam (Salam) mengatakan bahwa bentuk penyeragaman yang dilakukan oleh sekolah adalah bentuk dehumanisasi. Menurutnya, pemerintah sudah melakukan penindasan kepada murid karena telah membuat kurikulum semacam itu.
“Kita gak bisa hidup sendiri, kita gak bisa mengingkari itu, sehingga kita butuh orang lain. Tetapi dengan model pembelajaran yang menyeragamkan ini, itu sudah terjadi tadi dehumanisasi,” ujarnya.
Bung Abe mengatakan bahwa hal ini masih menjadi masalah yang belum dipecahkan oleh pemangku kebijakan. Setiap manusia punya keinginan dan ketertarikan dalam suatu bidang. Sementara di dunia pendidikan, ketertarikan tersebut cenderung tidak difasilitasi. Ini yang menunjukkan bahwa wajah pendidikan di Indonesia masih belum merdeka.
“Kehendak teman-teman itu seringkali menjadi sesuatu yang ditabukan di dalam pendidikan karna dianggap kalau itu difasilitasi akan menjadi anarkis. Ini kan berarti sistem kita ini kan berarti ingin efisien efektif, kan kira-kira. Dengan cara apa? Praktik penyeragaman tadi. Ini tentu yang nanti menjadi sebuah problem yang sangat serius,” begitu pungkasnya. []
Reporter : Olivia Subandi (Magang)
Editor : Muhammad Rizki Yusrial