Satu Tahun Kasus PKL Teras Malioboro 2: Kelalaian Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Pelaksanaan Validasi Faktual

373
Foto/Rosa Amelia

Paguyuban PKL (Pedagang Kaki Lima) Teras Malioboro 2 kembali menggelar aksi untuk kesekian kalinya. Mereka menuntut kejelasan terhadap tindakan tegas dan pendataan yang tepat dari pemerintah Kota Yogyakarta terkait dengan adanya penyusup yang menjadi pedagang “gelap” di Teras Malioboro 2. Aksi ini berlangsung di DPRD Kota Yogyakarta yang dilaksanakan pada Jumat (17/11/2023).

Ibu Supriyati sebagai pengurus paguyuban Tridharma sekaligus pedagang yang berjualan di Teras Malioboro 2 menjelaskan bahwa para PKL meminta dari pihak pemerintah untuk menindaklanjuti terkait pendataan para pedagang yang tak kunjung menemukan validasi.

“Kita fokusnya ke data, sedangkan kan kita melihat tidak beresnya pemerintah dalam mengurus validasi,” ungkap Supriyati.

Supriyati juga menjelaskan bagaimana Dinas Kebudayaan Yogyakarta menjalankan tugasnya dengan lalai.

“Dinas itu kan harusnya profesional dalam pendataan, jangan terkesan kalau sekarang jadi ada data yang tidak lengkap. Jadi terkesan seperti terburu-buru kemarin itu pendataannya, jadi kami berharap pendataannya bisa berhati-hati, sangat hati-hati, karena dasar atau sumber untuk relokasi kedepannya itu kan data sebenernya, tapi kami merasakan kemaren data itu tidak valid, tidak faktual.”

Massa aksi juga menuntut pemerintah terkait validasi faktual, Ini mestinya berasal dari Paguyuban Pedagang yang sebelumnya berdagang di sepanjang selasar Malioboro. Karena pasca  relokasi,  banyak  pedagang-pedagang  liar  yang  dahulunya  tidak  berjualan  di  selasar, namun  kini  memiliki  lapak  di  dalam  teras  Malioboro  2.  Hal ini juga disertakan dengan beberapa unsur dalam verifikasinya, seperti: Para pedagang yang dahulu di Jalan Malioboro berjualan di bagian mana? Para pedagang berasal dari paguyuban apa? Para pedagang masuk kelompok apa?

Penegasan  akan  pendataan  yang  dilakukan  oleh  pemerintah  untuk  mengatasi  adanya oknum-oknum liar yang masuk di teras Malioboro 2 ini seharusnya dilakukan secara teliti. Tidak cukup dengan hanya melampirkan KTP dan KK saja. Perlu adanya pendataan mendalam sesuai dengan surat keberatan atas pelaksanaan validasi faktual Pedagang Teras Malioboro 2.

“Nah itu yang menanyakan malah dari kami paguyuban, seharusnya dari pemerintah dan dewan toh yang menanyakan itu,” tegas Supriyati

Disebabkan oleh munculnya para pedagang liar di teras Malioboro 2 beberapa pedagang yang dulunya berjualan di selasar jalan Malioboro tidak mendapatkan tempat di sana. Seharusnya teras Malioboro 2 itu diperuntukkan bagi para PKL yang dulunya berjualan di selasar jalan Malioboro, kini banyak nama-nama baru yang tidak dikenal mengambil hak para PKL.

“Sebenernya  yang  jadi  masalah  itu  sih  mbak,  karena  ada  8  nama  juga  yang  tidak mendapatkan lapak, tapi kenapa ada nama-nama baru yang bisa punya lapak di situ,” jelas Sinta, sekretaris paguyuban Tridharma.

Ia mengungkapkan  pula  bahwa  kemunculan nama-nama oknum liar tersebut sebagai pedagang di kelompok paguyuban baru terdeteksi pasca relokasi ini diterapkan.

“Makanya kami hanya ingin sesuatu yang adil jika memang tidak punya haknya di teras, ya tidak punya hal untuk mendapatkan lapak, dan ketika relokasi ya sudah tidak mendapatkan. Kalaupun  dipindah  juga  tempatnya  sudah  jelas  tidak  sejahtera,  namanya  bangunan  di belakang bangunan itu not good sih.” pungkas Sinta. []

Reporter: Olivia Subandi

Editor: Widad Hafiyan Ustman

You may also like

Regent; Teater Guriang Menanggapi Keresahan Museum Antikolonialisme Multatuli

lpmrhetor.com – Dalam menanggapi keresahan Museum Multatuli sebagai