Perppu Ciptaker Merupakan Bentuk Kelicikan Pemerintah

353
dok/yus/lpmrhetor

lpmrhetor.com- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) adalah bentuk kelicikan pemerintah menanggapi putusan inkonstitusional Mahkamah Konstitusi (MK). Hal tersebut disampaikan oleh Raihan Akbar Hidayat dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Yogyakarta dalam Sosialisasi MBKM dan Perppu Cipta Kerja. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Yayasan LKIS pada Sabtu (25/2/2023).

“Saya melihat pemerintah tidak mau ribet, Karena kan nanti 2024 sudah ganti presiden dan proyek-proyek strategis negara seperti halnya IKN, itu masih belum terselesaikan. Makanya cara agar bisa menyukseskan ya pakai Perppu,” ujar Raihan.

Danang, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta juga menyayangkan atas terbitnya Perppu Ciptaker ini. Ia memaparkan hasil putusan MK atas judicial review UU Cipta kerja adalah inkonstitusional bersyarat dan memberi waktu dua tahun untuk merevisi UU tersebut. 

Namun, alih-alih memperbaikinya, pemerintah malah memilih jalan pintas dengan menerbitkan Perppu Ciptaker. Dilansir dari tempo.co, DPR telah menyetujui Perppu tersebut untuk dibawa ke rapat paripurna agar segera disahkan.

Selain itu, Danang juga menyesalkan klaim UU Ciptaker yang sudah disahkan seakan-akan sudah memenuhi partisipasi publik. Padahal partisipasi itu hanya dari golongan atau kelompok masyarakat tertentu. 

“Jadi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan itu, negara tidak boleh memisahkan hubungan aturan ini dengan rakyat. Makanya, di setiap aturan itu selalu harus melibatkan partisipasi publik,” ujarnya.

Tindakan pemerintah yang enggan memperbaiki UU Cipta Kerja sesuai putusan MK dengan memilih jalan Perppu adalah tindakan penyelundupan hukum. Apalagi ada dugaan bahwa hal tersebut dilakukan demi memuluskan proyek-proyek strategis negara. Karena itu, menurut Raihan Perppu Ciptaker harus segera dikritisi.

Menurutnya, selain jalur hukum polemik ini juga sebaiknya kita lawan lewat framing akan Perppu Ciptaker pada masyarakat. Terlebih hukum di Indonesia cenderung berdasarkan vonis dan wacana yang sedang ramai diperbincangkan.

Ia mencontohkan dengan kasus Ferdy Sambo di mana stigma publik berhasil menekan peradilan untuk menjatuhkan vonis mati.

“Nah ini tugas kita bagaimana cara untuk memahamkan masyarakat-masyarakat yang lain gitu agar ini bisa menjadi isu yang bener-bener [jadi] perhatian dan booming. Sehingga kita nanti ketika melakukan judicial review, MK akan mempertimbangkan ini. Karena sekarang itu, citra lebih penting,” pungkasnya. []

Reporter : Umar Hasan (Magang)

Editor : Muhammad Rizki Yusrial

You may also like

Novel Puthut EA ‘Cinta Tak Pernah Tepat Waktu’ Difilmkan oleh Hanung Bramantyo

lpmrhetor.com – Hanung Bramantyo memperkenalkan film terbarunya berjudul