lpmrhetor.com – Jaringan Gusdurian menggelar acara Simposium BEST atau Beda Setara yang berfokus pendalaman isu terkait Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB). Acara tersebut dilaksanakan di Convention Hall Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Kamis (14/11/2024).
Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Wahid, yang kerap disapa Alissa Wahid mengkritisi realitas kebebasan beragama di Indonesia masih jauh dari semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 29 Ayat (2) tertera jelas berbunyi, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”.
Lebih lanjut Pasal 22 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ayat (1) berbunyi: “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”. Sedangkan, bunyi Ayat (2) adalah “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaannya itu”.
Walaupun hak beragama telah dijamin oleh konstitusi, realitanya masih sering terlihat bertentangan dengan prinsip tersebut. “Bhinneka Tunggal Ika belum benar-benar tercermin dalam kesetaraan bagi semua warga negara,” ucap Alissa Wahid.
“Kita selalu membanggakan Indonesia sebagai negara yang harmonis dan rukun, tetapi realitanya tidak seindah slogan-slogan itu. Padahal hak beragama itu dilindungi oleh konstitusi dan disebutkan oleh konstitusi tetapi faktanya tidak sedemikian,” lanjutnya.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Beka Ulung Hapsara, memaparkan cakupan KBB yang meliputi:
- Kebebasan berpikir, berhati Nurani dan beragama.
- Menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, termasuk untuk tidak menetapkan agama atau kepercayaan apapun.
- Kebebasan untuk menjalankan agama dan kepercayaan dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.
KBB diakui sebagai hak fundamental. Namun, dalam implementasinya, terdapat pembatasan yang ditetapkan untuk menjaga ketertiban, moralitas, serta hak-hak orang lain. “HAM memungkinkan adanya pembatasan terhadap KBB, terutama dalam pelaksanaan manifestasi agama atau keyakinan (eksternum),” ucap Beka.
Negara berkewajiban untuk melarang dan memberikan sanksi pidana terhadap setiap tindakan yang mendukung kebencian terhadap agama, serta mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi tindakan intoleransi yang berbasis agama atau kepercayaan.[]
Reporter : Kristiawan Putra Nugraha
Editor : Ruhana Maysarotul Muwafaqoh