Compang-camping RKUHP, Ancaman Kemunduran Demokrasi di Depan Mata

490
dok/putra/lpmrhetor

lpmrhetor.com- Pengesahan RKUHP oleh DPR RI, mengakibatkan banyaknya massa yang menolak dengan mengadakan aksi turun ke jalan. Bentuknya masyarakat sipil menggelar demo bersama dengan beberapa aliansi lainnya di Tugu Yogyakarta pada 7 Desember 2022. RKUHP yang telah disahkan itu dibuat tanpa adanya jajak pendapat dari masyarakat di dalamnya.

“Kita meminta untuk seharusnya pemerintah sebelum mengesahkan KUHP ini itu harus rapat dengar pendapat dulu begitu ya,” tutur Raudatul Jannah sebagai perwakilan dari LBH DIY.

Selain tidak melibatkan partisipasi publik, transparansi terhadap pengesahan pasal-pasal RKUHP juga tidak diberlakukan kepada masyarakat. Pemerintah terkesan hanya mengejar jadwal pengesahan tersebut tanpa adanya pertimbangan dengan pihak lain. Sosialisasi yang diadakan oleh pemerintah juga terlihat seperti formalitas belaka.

“Pembahasan pasal-pasal itu dilakukan secara tidak transparan, dan sosialisasi yang pemerintah klaim berlangsung kilat alias hanya mengejar target pengesahan,” ungkap Sinta Maharani selaku ketua Aliansi Jurnalisme Independen (AJI) Yogyakarta.

Raudatul Jannah menjelaskan bahwasanya RKUHP yang baru saja disahkan oleh DPR terkesan lebih membuat warga negara semakin sengsara daripada KUHP yang sebelumnya.  Karena banyak pasal-pasal yang melanggar HAM dan seolah-olah masyarakat tidak boleh berbuat apa pun yang terkait kenegaraan.

“Kan kita sekarang menggunakan KUHP kolonial buatan Belanda dulu. Tapi hari ini produk anak negeri ternyata lebih kolonial lagi gitu,” begitu pendapat Raudatul mengenai KUHP yang baru disahkan.

Raudatul mengatakan salah satu pasal bermasalah yaitu penghinaan terhadap Presiden. RKUHP pasal 218 ayat 1 yang berbunyi:

Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV

RKUHP tersebut berarti menentang negara hukum yang disandang oleh Indonesia itu sendiri. Raudatul Jannah mengungkapkan bahwasanya negara hukum itu seharusnya memiliki 3 unsur yang membangun. Yaitu pertama, harus mengedepankan hukum itu sendiri. Yang kedua, harus setara di hadapan hukum. Yang ketiga, bertujuan untuk memakmurkan rakyat itu sendiri.

Dengan mengecam setiap orang yang menyerang kehormatan atau harkat diri Presiden berarti menandakan negara yang anti kritik. “Dalam negara demokrasi, kritik merupakan sesuatu yang melekat pada jalannya pemerintahan,” begitu pernyataan yang dikatakan Sinta Maharani.

Menurutnya, kritik merupakan suatu kesempatan bagi masyarakat untuk mengutarakan pendapat sebagai bentuk setuju atau tidak setuju dengan kebijakan-kebijakan pemerintah maupun Presiden itu sendiri. Fungsi dari kritik itu adalah pengawasan dari masyarakat terkait pemerintahan. Dengan adanya RKUHP terkait Penghinaan terhadap Presiden, itu berarti telah melanggar HAM sebagai masyarakat di negara demokratis ini.

“Kritik sebagai hak menyatakan pendapat merupakan hak konstitusi, nah kita semua sebagai warga negara,” pungkas Sinta Maharani.[]

Reporter : Olivia Subandi & Kristiawan Putra Nugraha (Magang)

Penulis : Olivia Subandi (Magang)

Editor : Hifzha Aulia Azka

You may also like

Mahasiswa Menginginkan ‘Dialog Terbuka’ Bersama Bakal Calon Rektor

lpmrhetor.com –  Masa jabatan Al Makin sebagai Rektor