Mahasiswa Semester Akhir: Hanya Mengambil Skripsi tapi UKT Dibayar Penuh

9097
Ilustrasi/lpmrhetor

Mahasiswa akhir yang hanya mengambil skripsi dikenakan UKT penuh. Pihak kampus mengatakan bahwa kebijakan tersebut karena tidak adanya perintah dari Kemenag. Sementara Kemendikbud sudah mengatur diskon 50% untuk mahasiswa akhir lewat Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020. Meski bukan di bawah Kemendikbud, Sejatinya UIN Sunan Kalijaga tetap bisa mengambil keputusan terkait pemotongan. Karena dalam hal ini, Kemenag memberikan keleluasaan kepada PTKIN dalam mengambil keputusan.

Lpmrhetor.com- Di tahun 2022, UIN Sunan kalijaga sama sekali tidak memberikan pemotongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk mahasiswa akhir. Tak sedikit mahasiswa akhir yang merasa keberatan dan tidak terima dengan kebijakan tersebut. Apalagi buat mereka yang hanya mengambil jatah skripsi saja.

Satuan Kredit Semester (SKS) untuk tugas akhir hanya berjumlah enam. Sementara mahasiswa harus membayar full untuk satu semester. Ruang kelas dan banyak fasilitas lain yang sudah jarang mereka pakai, harus dibayar dengan nominal yang sama ketika mengambil 24 SKS.

Dina, mahasiswa Ilmu Komunikasi Semester 9 menceritakan bagaimana keresahan yang ia rasakan. Menurutnya, UKT yang dibayar hanya sebatas memperpanjang masa studinya. Padahal ia sudah tidak lagi menikmati fasilitas kampus secara utuh. Ini karena kesibukannya di kampus yang hanya mengurus skripsi.

“Kalau aku sendiri fasilitas fisik kampus aku ga merasakan. Fisik dan non fisik, sarana dan prasarana aku ga merasakan. Karena kan cuma ngurus skripsi doang. Ngurus proposal, terus mau tes ICT, ya kamu taulah mahasiswa akhir begitu,” ungkapnya ketika diwawancarai LPM Rhetor pada (17/20/2022).

Sejatinya, Dina merasa keberatan dengan pembayaran full. Ia merasa kurang seimbang antara apa yang didapat dengan yang dibayarkan. Karena itu, kurangnya pemakaian fasilitas yang digunakan membuatnya berpendapat bahwa kampus seharusnya memberikan diskon UKT.

“Biaya operasional UKT kan dihitung dari biaya operasional fakultas per mahasiswa itu berapa. Kalau memang logikanya kayak gitu, harusnya kan mahasiswa yang cuma skripsi dapet potongan gitu lho,” ujarnya.

Saat menjelang tenggat akhir pembayaran, Dina merasa bingung dan tidak tega bagaimana dirinya memberitahu orang tuanya mengenai biaya kuliah yang harus dibayar penuh. Ayahnya yang juga sempat bertanya bagaimana tentang perkuliahannya semakin dibuat bertanya-tanya mengapa bisa masih harus membayar utuh saat ia memberi tahu dirinya hanya tinggal mengurus skripsi.

Ia memang sengaja mengulur pembayaran hingga deadline yang ditentukan oleh kampus. Hal-hal itu semata-mata ia lakukan untuk menunggu sebuah kabar baik. Bilamana di akhir-akhir kampus dengan baik hati menurunkan sebuah surat yang berisi tentang pemotongan UKT, terkhusus untuk mahasiswa akhir.

“Harapanku sebenernya molar-molor sampai akhir pembayaran itu aku berharap biasanya UIN kan ngeluarin kebijakan di ujung-ujung dan di akhir-akhir. Jadi aku kayak, ah, nanti deh. Ternyata emang beneran ga ada,” cerita Dina meringis mengingat saat dirinya masih berusaha dan berharap ada secercah harapan untuk mendapatkan keringan UKT.

Banyak usaha sudah dilakukan, dimulai dari menghubungi Dekan Fishum, Sodik, melalui chat hingga Wakil Rektor III, Sahiron. Jawaban yang didapat selalu tidak menunjukkan kabar baik. Pada Sahiron Dina bertanya apakah ada keringanan UKT untuk mahasiswa akhir, ia hanya disuruh menunggu hingga adanya banding. Sedangkan jawaban yang didapat dari Sodik saat ditanya pertanyaan yang sama pun, hanya menjawab: “Maaf, untuk keringanan UKT belum ada edaran resminya,”

Akibat berbagai problematik yang Dina rasakan saat menjelang pembayaran UKT menyebabkan dirinya terlambat membayar dari batas waktu yang diberikan kampus saat itu.

“Aku telat bayar UKT. Terus aku urus ke fakultas. Aku wara-wiri gitu ngurus suratnya dan akhirnya kebuka. Awalnya itu aku statusnya tidak mahasiswa aktif gara-gara telat bayar UKT,” jelas Dina yang saat itu sudah dinonaktifkan menjadi mahasiswa dan tidak bisa mengakses SIA.

Dina masih sangat menyayangkan sikap UIN yang seolah acuh dengan keluhan mahasiswa akhir tentang beratnya UKT full yang harus dibayar. Harusnya ada potongan UKT bagi mahasiswa akhir yang hanya mengambil skripsi.

Hal yang sama turut dirasakan Bintang (bukan nama sebenarnya) mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam semester 9, walaupun dirinya merupakan mahasiswa bidikmisi di mana golongan UKT kembali ke golongan 1.

Bintang masih harus membayar UKT-nya hanya agar dirinya bisa mengikuti sidang munaqosyah. Ditambah lagi juga tidak adanya penangguhan hari untuk pembayaran UKT menambah keresahannya terhadap kebijakan UIN Suka untuk mahasiswa akhir.

Bila saat itu ada penambahan sedikit waktu untuknya, Bintang tentu tidak perlu lagi membayar UKT kepada kampus. Itu karena jadwal sidangnya yang kejar-kejaran dengan tenggat pembayaran.

“Yang menjadi kendala menurut saya tidak ada penangguhan hari untuk pembayaran UKT, sebagai persyaratan sidang munaqosyah,” ungkapnya dengan sedikit mengeluh di seberang telpon.

Bagi dirinya yang hanya membayar UKT golongan 1 saja sudah merasa agak keberatan. Bagaimana dengan kawan-kawan lainnya yang mendapat golongan di atasnya dan membayar UKT penuh padahal hanya mengambil skripsi saja.

Diatur Kemendikbud tapi Tidak dengan Kemenag

Sebenarnya, terkait hal ini negara sudah turut tangan dalam mengatasi. Dalam Permendikbud Nomor 25 tahun 2020 pasal 9 no 2 yang berisi; Dalam hal mahasiswa mengambil mata kuliah kurang dari 6 SKS pada semester 9 program S1 dan D4 lalu semester 7 program D3, mahasiswa membayar paling tinggi 50% dari besaran UKT.

Namun, UIN Sunan Kalijaga di bawah naungan Kementrian Agama (Kemenag). Dalam hal ini di Kemenag tidak ada perturan serupa, sehingga kebijakan tersebut kembali kepada putusan kampus masing-masing.

Meski tidak ada regulasi yang mengikat, salah satu kampus di bawah naungan Kemenag, yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengeluarkan kebijakan potongan pembayaran UKT untuk mahasiswa akhir (semester 9). Dalam hal ini, UIN Jakarta memberikan potongan sebesar 50% untuk mahasiswa semester 9 yang hanya tinggal bergelut dengan skripsi.

Informasi tersebut kami dapatkan dari Fani salah satu mahasiswa UIN Jakarta ketika kami wawancarai melalui telefon. Namun, kebijakan tersebut hanya berlaku untuk semester ini. Bilamana semester depan mahasiswa akhir tersebut tidak menyelesaikan studinya, maka besaran UKT yang harus dibayar akan kembali menjadi normal.

Kembalinya besaran UKT itu karena Kemenag tidak punya aturan terkait yang mengikat. Berbeda dengan kemendikbud. Bila di lihat dari pasal tadi, seberapa lama pun mahasiswa menyelesaikan studinya, UKT separuh akan tetap ia terima ketika hanya mengambil skripsi.

Mahasiswa semester 9 itu lanjut menceritakan bagaimana bisa kampusnya mengeluarkan kebijakan tersebut, “Kita juga berjuang mati-matian tau itu dapetinnya. Sema Universitas semua itu audiensi sama Bu Rektor baru deh dikasih,” imbuhnya.

Sema-U kampusnya mengajukan pemotongan UKT karena banyaknya mahasiswa akhir yang merasa keberatan jika membayar UKT penuh. Dengan segala dimanika dan beberapa faktor lain yang mahasiswa akhir rasakan, akhirnya mendapat hasil yang diharapakan. Yaitu dikeluarkannya kebijakan pembayaran UKT 50% bagi mahasiswa semester 9 oleh rektornya.

UKT Full untuk Bayar Pembimbing dan Penguji

Untuk mendapatkan tanggapan tentang UKT mahasiswa akhir, lpmrhetor berkesempatan mewawancarai Prof. DR. Phil Sahiron, MA, selaku Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan. Menurutnya, Kemenag tidak mengeluarkan peraturan semacam itu secara spesifik.

Meskipun demikian, di masa pandemi yang lalu Menteri Agama memberikan kewenangan kepada para pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) untuk memberikan keringanan  sesuai dengan keadaan PNBP masing-masing.

Kemudian kami menyampaikan kebijakan pembayaran UKT 50% bagi mahasiswa akhir di UIN Jakarta kepada Sahiron dan menanyakan mengapa di UIN Suka tak ada kebijakan yang sama. Ia menuturkan bahwa UIN Suka pernah mengeluarkan kebijakan itu pada masa pandemi pada Tahun 2020/2021 dan berdasarkan perintah dari Menteri Agama dalam meringankan beban orang tua.

“Tahun 2022 ini, UIN Suka tidak mengeluarkan kebijakan itu lagi karena tidak ada aturan atau perintah Menteri Agama,” imbuhnya.

Saat kami tanyakan bagaimana solusi dari kampus karena banyaknya keluhan mahasiswa akhir yang merasa keberatan dengan UKT full yang dibayar, Sahiron menegaskan sebelum ada peraturan lain, mereka sebaiknya mengusulkan banding UKT saja.

”UIN Suka kan membayar para pembimbing dan penguji,” tegasnya.

Namun, sebagai mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Dina dan Bintang sangat menginginkan kampusnya mengeluarkan kebijakan yang meringankan beban mahasiswa. Terlebih untuk mahasiswa akhir seperti mereka.

Bintang menyampaikan harapan agar ke depannya UIN Jogja bisa mengeluarkan aturan khusus yang membahas tentang pembayaran UKT untuk mahasiswa akhir. Entah berupa pembayaran cukup 50%, atau penundaan dan perpanjangan. Selain itu ia berharap bahwa mahasiswa tetap bisa melakukan bimbingan dengan dosen meskipun belum membayar UKT.

Sementara Dina, harapannya berupa regulasi Kemenag bisa sejalan dengan apa yang ada di Permendikbud. Bila pun tidak, setidaknya pengembalian keputusan kepada kampus masing-masing itu digunakan oleh kampusnya untuk menetapkan UKT yang berpihak kepada kondisi mahasiswa.

“Seharusnya, menurutku, mau itu Kemendikbud mau itu Kemenag itu sama aja ga si. Maksudnya kita dalam satu pendidikan tinggi,” pungkas Dina. []

Reporter : Siti Nurlaili

Editor : Muhammad Rizki Yusrial

You may also like

Eco Lifestyle Seminar: Langkah Awal Bebas Sampah di Lingkungan Akademi

lpmrhetor.com – Komunitas Mahasiswa Pecinta Alam Sunan Kalijaga