Oleh: Rodiyanto*
ANDAI AKU SULAIMAN
Dari Bilqis, aku memagari muslihat
Pesona yang pudar
Tahta dan kemewahan yang tuli
Sekembali di kaki Sulaiman
Sungai mengaliri
Serupa ikan bermuka ganda
Pada kaki yang sedari tadi memijati lelantai
Lelangkah terhitung sembari lupa, ini yang keberapa?
Konon di negerinya
Tak ada nestapa
Tak ada sengsara
Andai aku Sulaiman
Adakah kini luka?
Adakah kini sengsara?
Negeri Sulaiman kedua
:Indonesia
Mungkin saja!
Yogyakarta, 2017
AKU DAN KOPI PARUH WAKTU
aku dan kopi bersenggama
malam ini
bercerita perihal pahit
dan sebujur sisa yang tertinggal
kau enggan bercerita lebih
sebab padamu kecemburuan terlahir
dalam secangkir
sisa-sisa yang tersisa
melumat keanggunan dan wibawamu
melebur di antara seserpihan semesta yang tak kau
kehendaki
sambil menganyam ampas kau bergumam
:bila tabiat menyerupa baiat
apa yang dapat diperbuat
oleh kita yang kecil
yang selepas nikmat ditinggalkan
untuk kepentingan sesaat
ya, seperti aku dan ampas
terhempas sepeninggal lalu
dari kecamuk tak waras
bukankah selalu begitu?
ah, ternyata kau hendak melucuti ke-aku-anku
lantaran yang kau temui kala itu
meninggalkanmu selepas lalu
sendiri dalam buai janji aku yang lain
mengandai setinggi siwalan rapuh
setiba jatuh, mengeluh
dan meninggal tak bernama
tanyaku “masihkah kau angkuh?”
Yogyakarta, 2017
TANAHKU, TANAH SURGA
Tanahku, tanah surga
Banyak reranting menjelma pusaka
Kerikil dan bebatu menyulam diri selayaknya lumbung
Kemah bagi sesuap
Tak jarang di tanahku, ulat dibuat cemburu
Meninggalkan rumah selepas kepompong yang tak sampai
Beradu, mengejar purna usia
Sepeninggal menanam pagi dengan padi
Tanahku, tanah surga
Kehidupan bergelayut padanya
Tak rela memaling muka
Tertinggalkan pada kusut tanahku
Biduk sepanjang galah menempa setiap keruntuhan
Menyibak segala dalam gegas terompah
Dan di ujung bumi
:kau tertancap
Yogyakarta, 2017
*Mahasiswa asal Sumenep dan tercatat sebagai salah satu ‘buruh’ Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga. Saat ini masih langgeng di KMPD dan LPM Arena.