lpmrhetor.com- Aliansi Pendidikan Gratis (APATIS) dan mahasiswa dari berbagai universitas lakukan aksi dan penyampaian somasi terbuka kepada negara mengenai permasalahan mahalnya biaya kuliah. Aksi dilakukan di depan kantor Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Yogyakarta pada Senin (03/06/2024).
Salah satu tuntutan dalam somasi terbuka adalah pencabutan Permendikbudristek No.2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi. APATIS menilai kampus dapat melakukan pungutan lain kepada mahasiswa selama Permendikbud No. 2 belum dicabut.
“Karena pungutan ini diatur Permendikbud, ini jadi dalih kampus untuk mendapatkan pendapatan lain, UGM, misalnya. Karena Permendikbud ngga dicabut, tuntutan mahasiswa UGM yang melakukan kemah kemarin, itu ngga terpenuhi. Karena dalihnya, menurut Rektor UGM, Permendikbud ini belum dicabut,” tutur Rafli, anggota APATIS.
Pada bulan Mei 2024, Menteri Nadiem Makarim telah mengumumkan bahwa kebijakan kenaikan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) dibatalkan. Akan tetapi, mahasiswa masih gelisah lantaran Permendikbudristek No. 2 belum dicabut.
“Selama Permendikbud ini belum dicabut, kampus masih bisa melakukan pungutan-pungutan lain di luar UKT. Seperti Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang ramai diperbincangkan, nominalnya itu ratusan juta,” ungkap Rafli.
Rafli mengatakan bahwa aksi ini dilakukan serentak di beberapa kota: Yogyakarta, Makassar, Riau, Bandung, dan Jakarta. Rafli juga menyebut, ketika somasi ini tidak direspons oleh pemerintah, maka APATIS dan aliansi mahasiswa yang tergabung akan menindaklanjuti lewat jalur hukum.
“Kalau tidak terpenuhi, kita akan melakukan mekanisme citizen lawsuit, terus menggugat ke PTUN terkait pinjol, menggugat ke MA terkait Permendikbud ini karena peraturan ini bertentangan dengan Undang-Undang. Itu skema yang akan kita lakukan,” jelasnya.
Selain dihadiri mahasiswa, elemen masyarakat turut hadir menyampaikan orasi. Yuliani Putri, selaku Ketua Sarang Lidi, mendukung aksi mahasiswa yang terus menuntut pemerintah terkait biaya pendidikan yang mahal.
Problem kuliah mahal dilihat Yuli sebagai permasalahan krusial. Baginya, kuliah adalah salah satu jalan untuk merubah nasib seseorang, sebab banyak pekerjaan yang memiliki batas minimum pendidikan sarjana. Sebagai seorang ibu yang berhasil menguliahkan anak-anaknya, Yuli merasa terpanggil untuk bergerak bersama mahasiswa.
“Saya punya putra dua, sudah lulus semua. Dulu saya saja menguliahkan anak single parent, karena ayahnya udah meninggal. Itu luar biasa berat. Apalagi dengan biaya yang seperti sekarang. Jadi saya mensupport anak-anak. Karena kuliah itu wajib, bukan kebutuhan tersier,” kata Yuliana.
Kedepannya, Yuli punya harapan agar orang tua turut memberi dukungan untuk memperjuangkan hak pendidikan. “Harusnya begitu. Orang tua itu jangan diem. Orang tua harus ikut bergerak bersama mahasiswa untuk memperjuangkan ini. Bahkan, orang tua yang protes sampai ke Jakarta. Aku berharap orangtua yang anaknya sekolah di Jogja dateng ke Jakarta, demo bareng-bareng,” pungkasnya.[]
Reporter: Naufal Zabidi
Editor: Hifzha Aulia Azka