Sambut Hari Raya Nyepi, Pawai Ogoh-Ogoh Digelar Di Malioboro

2118
Pawai Ogoh-Ogoh di Malioboro Sabtu (10/03). Dok. Rhetor/Isti.

lpmrhetor , Yogya – Menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1940, yang akan jatuh pada tanggal 17 Maret 2018, belasan ogoh-ogoh dengan berbagai rupa dan ukuran menyusuri Jalan Malioboro, Sabtu (10/03).

Berbagai ogoh-ogoh dari naga berkepala 3, raksaksa-raksasa hingga tokoh Mahabarata dan Ramayana (Rahwana, Sugriwa Subali, Rama, dll) diarak dari gedung DPRD DIY melewati titik nol kilometer dan berakhir di Alun-Alun Utara. Selama pawai budaya dilaksanakan, akses sepanjang Jalan Malioboro ditutup dari pukul 14.30 WIB hingga acara berakhir.

Pawai yang berjalan tidak lebih dari dua jam ini diikuti oleh berbagai kalangan. Baik itu dari KMHD (Keluarga Mahasiswa Hindu Darma), Pemeluk Agama Hindu seluruh Indonesia yang menetap di Yogyakarta, Dinas kebudayaan Bantul yang menampilkan Dimas-Diajengnya, serta dari Dinas Kebudayaan Sleman.

Bima, selaku panitia acara pawai tersebut menjelaskan bahwa kegiatan yang diikuti dari berbagai kalangan ini dilakukan selain untuk memperingati Hari Raya Nyepi, juga untuk menumbuhkan rasa persaudaraan.

“Kegiatan ini kan dari berbagai kalangan ya, jadi untuk menumbuhkan rasa persaudaraan yang sejati dan menambah kerukunan antar pemeluk agama.”

Ketua Mahatma, Yoga Ganathika juga menjelaskan bahwa ogoh-ogoh merupakan bentuk simbolik untuk menggambarkan sebuah raksasa. Raksasa-raksasa ini akan membuat unsur-unsur negatif di sepanjang jalan masuk ke dalam ogoh-ogoh tersebut. Setelah ogoh-ogoh tersebut diarak, mereka (ogoh-ogoh) akan di lebur, dikembalikan ke alam sana dengan di bakar.

Salah satu ogoh-ogoh yang diarak bertema Taru Pule. Tema ini diusung oleh Keluarga Mahasiswa Hindu Darma (KMHD) Mahatma Universitas Atmajaya.

Yoga Gunathika juga menambahkan bahwa Taru Pule sendiri diambil dari Taru yang berarti Tumbuhan dan Pule yang merupakan tumbuhan dari Bali yang memang di sakralkan, karena bisa digunakan sebagai obat, menjadi sandang, pangan, papan. Tema ini diambil atas dasar agar manusia dapat berkomunikasi kepada tiga aspek; Manusia pada Manusia, Manusia pada Alam, dan Manusia pada Tuhan.

Rini, warga yang menonton pawai budaya tersebut pun turut memberikan komentarnya, “Asik, keren abis. Totalitas semuanya. Soalnya aku baru pertama liat pawai tentang keagamaan gitu beda agama pula. Semoga budaya dan toleransi selalu dipertahankan.”[]

Reporter Magang : Isti Yuliana

Editor: Fahri Hilmi

You may also like

Mahasiswa Menginginkan ‘Dialog Terbuka’ Bersama Bakal Calon Rektor

lpmrhetor.com –  Masa jabatan Al Makin sebagai Rektor