Warga Wadas Mengajukan Gugatan Perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Sebagai Upaya Menolak Proyek Strategis Nasional

216

lpmrhetor.com-Sejumlah warga Wadas menghadiri sidang perdana gugatan perdata atas tuduhan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Sidang terkait proyek tambang batu andesit di Desa Wadas ini diselenggarakan di Pengadilan Negeri Sleman, Kamis (30/11/2023).

Empat warga Wadas, yakni Kadir, Priyanggodo, Talabudin, dan M. Nawaf Syarif mengajukan gugatan pasal 1365 KUHPerdata. Pasal ini menyangkut gugatan ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum. Adapun, gugatan tersebut ditujukan pada Kepala Balai Besar  Wilayah Sungai Serayu-Opak (BBWSO), Badan Pertanahan Nasional (BPN) Purworejo, serta turut tergugat Presiden, Menteri PUPR, dan Gubernur Jawa Tengah.

“Garis besarnya, kita meminta bahwa tanah-tanah milik warga yang mengajukan ini tidak dijadikan proyek strategis nasional, itu intinya,” tutur Trisno Raharjo, ketua Tim Advokat dari Lembaga Bantuan Hukum Publik (LBHAP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah ketika diwawancarai lpmrhetor.com usai sidang.

Gugatan warga berkaitan dengan sengketa lahan di Wadas yang dijadikan proyek strategis nasional beberapa tahun silam. Berdasarkan penjelasan Trisno, diketahui kondisi Wadas masih digunakan sebagai tempat pengelolaan tambang hingga kini.

“Karena yang proyek strategis bendungan benernya. Kalaupun mau dihubung-hubungkan, bahannya saja. Tapi bukan berarti ketika nambang bahan dia jadi proyek strategis nasional. Nah, bendungan itu memerlukan batu untuk bahan, dan nggali-nya menurut pemerintah adanya di Wadas,” imbuh Trisno.

Sementara itu, beberapa warga masih berjuang mempertahankan tanahnya dan melaporkan pidana, ketika pemerintah melanggar keputusan warga. Di sisi lain, warga juga melakukan gugatan ganti rugi atas kerugian yang dialami. Namun, hal ini tidak mengalihkan niat mereka terhadap penolakan atas proyek strategis nasional di Desa Wadas.

“Sebenarnya bukan masalah ganti ruginya, ganti itu hanya sebagian dari kelengkapan untuk kita mengajukan PMH ini. Jangan disalahartikan kalau masyarakat itu menuntut, dana kerugian itu hanya sebuah perhitungan yang tidak bisa dilepaskan dari adanya perusakan,” jelas Trisno.

Status sidang terhenti, kemudian dilanjutkan proses mediasi. Hal ini disebabkan ketidaksiapan pemerintah dalam mempersiapkan kelengkapan standar kuasa yang dibutuhkan oleh pengadilan.

“Belum ada apapun yang kita bicarakan, karena kita belum masuk ke aspek yang perlu disepakati. Lalu apakah itu bisa disetujui dari isi dan permintaan tentu mereka sudah membaca, kita belum masuk ke ranah itu,” ungkapnya.

Trisno memberi tahu bahwa, pihak pemerintah masih membutuhkan waktu untuk proses kuasa. Pihak pemerintah menginginkan pengadilan memberi waktu 2 minggu. Namun, permintaan tersebut ditolak, hakim memutuskan untuk mengadakan persidangan selanjutnya di tanggal 11 Desember 2023.

“Masih ada yang menyusul kuasanya, ya, dari Setneg. Nanti tinggal hakim yang mendamaikan kedua belah pihak,” ucap Kasi Perdata Kejaksaan Tinggi Jateng, Nilla Aldriani, mewakili Balai Besar Wilayah Serayu-Opak (BBWSO). []

Reporter: Naufal Zabidi

Editor: Aida Husna Rahmadani

You may also like

May Day 2024, SINDIKASI Yogyakarta Suarakan Isu Kesejahteraan Pekerja Kreatif

lpmrhetor.com- “Saya pekerja lepas tapi di bidang desain