Perjuangan Panjang PKL Gondomanan

1592
doc. lpmrhetor/lutfiana

lpmrhetor.com – Lapak PKL Gondomanan berakhir di tangan Eka Aryawan. Eksekusi lahan dilaksanakan oleh petugas dari Pengadilan Negeri Yogyakarta, Selasa (12/11/19). Selama proses eksekusi, Kepala Bidang Advokasi LBH, Budi Hermawan, menyatakan bahwa ada yang tidak beres dalam proses tersebut. Menurutnya, eksekusi menjadi janggal, karena tidak adanya pengukuran lahan sebelum eksekusi dilaksanakan.

“Sudah eksekusi, cuma kami menilai bahwa eksekusinya ini itu adalah error in objecto, Pengadilan error in objecto, karena tidak melakukan pengukuran terlebih dahulu. Langsung melakukan pemagaran begitu saja, tanpa melakukan pengukuran,” ungkap Budi kepada lpmrhetor.com.

Budi juga sangat menyesalkan tindakan tersebut. Menurutnya, pengukuran lahan yang tidak dilakukan oleh pihak pengadilan membuat bias obyek yang dieksekusi dan tidak ada yang dapat membuktikan bahwa obyek telah sesuai atau tidak dengan putusan hakim dan surat kekancingan.

Asal muasal permasalahan

Pada tahun 2010, kelima PKL Gondomanan berusaha mengajukan permohonan surat kekancingan, tetapi tidak dikabulkan oleh pihak keraton dengan alasan masa pengajuan telah ditutup. Selang satu tahun (2011), Pengusaha Eka Aryawan justru berhasil mendapatkan surat kekancingan tersebut.

Setelah Eka mendapatkan surat kekancingan, berbagai permasalahan mulai membesar. Tahun 2013, Eka memprotes keberadaan PKL yang berada di depan tokonya. Kasus itu diselesaikan bersama Polsek Gondomanan. Pada tahun itu pula, telah ditandatangani surat kesepakatan oleh masing-masing pihak. Dengan adanya surat kesepakatan ternyata tidak menyelesaikan masalah.

Puncaknya, pada tahun 2015, Eka menggugat PKL untuk menyerahkan dan mengosongkan tanah yang digunakan dan menuntut agar PKL membayar 1.12 miliar sebagai ganti rugi atas beban pikiran dan materi yang tidak bisa diprediksi.

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 86/PDT.G/2015/PN Yyk Tahun 2016, PN memenangkan Eka atas gugatannya, tetapi PN menolak tuntutan 1.12 miliar tersebut.

Masih merasa dirugikan, Eka mengajukan banding. Gugatan kedua kembali dimenangkan oleh Eka, tuntutan 1.12 miliar pun disetujui.

Gugatan Eka Aryawan membuat PKL merasa resah dan keberatan untuk membayar uang dengan nominal yang tidak masuk diakal itu ataupun meninggalkan lahan yang sudah menjadi penghidupan mereka selama bertahun-tahun ini.

“Kaget banget saya, tiba-tiba suruh bayar segitu, dalam setahun aja dapetnya gak seberapa, satu juta aja belum pernah megang, apalagi satu miliar, uang dari mana?” ucap Suwarni, salah satu PKL (Penjual bakmi).

Segala upaya telah dilakukan pedagang kaki lima

PKL tidak ingin pasrah begitu saja atas permasalahan yang menimpanya. Setalah banding yang diajukan Eka disetujui, mereka (PKL) mengajukan kasasi hingga ke Mahkamah Agung. Pada 19 Juli 2017, Hakim Ketua Mahdi Soroinda membacakan putusannya yang berisi penolakan kasasi oleh majelis hakim.

Putusaan eksekusi lahan baru turun di akhir tahun 2019 ini melalui surat yang diterbitkan PN Yogyakarta Nomor W.13U1/5812/HK.02/X/2019 tentang koordinasi pelaksanaan eksekusi.

Sehari sebelum eksekusi, Senin (11/11/19), lima orang PKL Gondomanan menggelar aksi tapa pepe di depan Keraton Kesultanan Yogyakarta untuk menolak penggusuran lapak yang telah mereka gunakan.

doc. lpmrhetor/Albi

Tak hanya tapa pepe, PKL juga membawa kertas yang bertuliskan, “Sultan Kami Digusur”, “Emut Janji Kanjeng Romo [Ingat Janji Kanjeng Romo-red]”, “Janji 1988 Mukti Bareng Rakyat”, “Tahta untuk Rakyat Mukti bareng PKL”, “Jogja Istimewa mboten wonten Gusuran [Jogja Istimewa tidak ada Gusuran-red]”, dan “Sultan besok Kami Digusur, yang Gusur Kami Penguasa Ekonomi Kuat”.

Budi Hermawan juga menuturkan bahwa aksi tersebut merupakan kepasrahan tingkat tertingginya PKL Gondomanan. Mereka hanya mengharapkan keadilan dari pihak Keraton Yogyakarta.

“Itu adalah kepasrahan tingkat tingginya para PKL Gondomanan, ya mereka sudah banyak berusaha dari tingkat pertama hingga tingkat kasasi. Hal tersebut membuat mereka tidak punya pilihan lain lagi, kecuali mengharapkan keadilan dari pihak Keraton Yogyakarta, selaku pihak yang mengelola SG [Sultan Ground],” kata Budi saat diwawancarai LPM Rhetor via panggilan Whatsapp, Senin (11/11/19).

Meski kelima PKL melakukan aksi tapa pepe, pihak keraton dari GKR Hayu tidak memberikan pernyataan atau respon apapun.

“Kami diarahkan untuk ke Paniti Kismo atau bagian kesekretariat, tapi mereka menjawab ‘kalau dadakan kemungkinan gak bisa mas’, oh ya sudah kalau sudah gitu,” imbuhnya.

Budiyono, salah satu PKL yang tergugat mengatakan bahwa pihak keraton juga tidak bisa membantu. Pihak keraton justru memintanya menghadapi saja dan tidak memberikan solusi lainnya.

“Saya mlayu neng keraton [lari ke keraton─red], katanya yo diadepin aja, dulu ya suruh ngadepin,” ujar Budiyono, tukang reparasi kunci.

Setelah melakukan tapa pepe, kelima PKL melanjutkan aksi ke Imogiri untuk berziarah ke makam Sultan Hamengku Buwono IX, sebagai bentuk protes dan pengingat terhadap janji-janji Sultan Hamengku Buwono X terhadap Ayahandanya.

“Saat kemudian mereka telah aksi tapa pepe di mana penguasa sekarang adalah Sultan HB X. Mereka sekarang meminta kebijaksanaan dan juga mendoakan, istilahnya seperti wadul [mengadu-red] kepada Sultan HB IX,” tutur Budi.

Perjuangan tak berhenti, meski lapaknya telah dieksekusi

Selasa (12/11/19), setelah eksekusi lapak yang dilakukan oleh petugas dari PN, sekitar pukul 12.00 siang, pihak LBH, PKL, dan massa solidaritas menuju ke kantor Paniti Kismo guna meminta sikap dan ketegasan dari pihak mereka. Budi Hermawan menuturkan bahwa sudah sepatutnya Sultan dan Paniti Kismo turut andil dalam kasus ini.

“Selaku pihak yang mengelola tanah sultan ini, kan seharusnya sultan dan juga Paniti Kismo memikirkan prioritas penggunaan tanah itu untuk masyarakat miskin kayak gitu,” ungkapnya.

Sesampainya pihak LBH, PKL, dan massa solidaritas di Paniti Kismo, mereka belum juga bisa menemui Hadiwinoto, Panghageng Tepas Paniti Kismo, dikarenakan sedang ada penugasan lain.

Salah satu anggota LBH, Yogi, mengatakan bahwa meski tidak bisa menemui Kepala Paniti Kismo, mereka akan tetap mengajukan ijin pertemuan.

“Kami diminta untuk membuat surat permohonan, audiensi mungkin begitu, dan tadi pihak Paniti Kismo juga sudah berkomitmen untuk segera menindaklanjuti surat audiensi itu,” pungkasnya.[]

Reporter: Kusharditya Albi, Lutfiana Rizqi S, dan Khusnul Khotimah

Editor:  Isti Yuliana

You may also like

Regent; Teater Guriang Menanggapi Keresahan Museum Antikolonialisme Multatuli

lpmrhetor.com – Dalam menanggapi keresahan Museum Multatuli sebagai