lpmrhetor.com – Masa jabatan Al Makin sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga periode 2020-2024 akan segera berakhir pada tanggal 9 Juli 2024. Proses pemilihan rektor telah dimulai sejak tanggal 28 Februari 2024. Hingga saat ini, setelah melalui beberapa tahapan pemilihan rektor, Panitia Penjaringan Calon Rektor (Panjar) telah menetapkan 13 nama bakal calon Rektor.

Tahapan selanjutnya adalah senat akan memberikan pertimbangan kualitatif atas ke-13 bakal calon rektor itu. Kemudian senat akan menyerahkan hasil dan dokumen pertimbangan kualitatif kepada menteri agama melalui rektor.
Setelah mengetahui nama-nama bakal calon rektor dari Instagram resmi UIN Suka, Maria Al-Zahra, mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi, mengeluhkan tidak adanya informasi tentang visi dan misi, latar belakang, atau informasi lainnya yang berkaitan dengan bakal calon rektor di unggahan Instagram UIN Suka.
“Kan bisa tu nyantumin soal disertasi atau tesis mereka, menjabat sebagai apa di kampus, aktif di organisasi apa. Setidaknya ada informasi tentang profil mereka. Jadi toh kalau dipilih Kemenag, mahasiswa tau kalau ‘oh dia dipilih karena ini’ ‘oh rektor baru fokus ke isu sosial’. Jadi mahasiswa nggak sekadar tau nama atau kenal person to person aja,” ungkap Maria saat diwawancarai lpmrhetor.com pada Jumat (05/04/2024).
Akhirnya, menurut Maria, pemilihan rektor tak ubahnya seperti tontonan. Mahasiswa hanya bisa bersorak terhadap tontonan itu. Hal ini terlihat di kolom komentar unggahan Instagram @uinsk tentang pengumuman bakal calon rektor, para mahasiswa hanya bisa menyoraki “jagoan” mereka. “Pemilihan rektor ini kayak main-main aja,” terangnya.
Maria mengharapkan adanya ruang dialog antara mahasiswa dengan bakal calon rektor. Dalam ruang dialog ini, mahasiswa berkesempatan mengenal lebih jauh mereka. Para mahasiswa juga bisa menanyakan visi dan misi hingga memberikan masukan kepada mereka terkait isu tertentu.
Maria yang memiliki perhatian terhadap isu gender ingin bertanya kepada masing-masing calon rektor terkait pandangan mereka mengenai gender, khususnya kasus kekerasan seksual di kampus.
“Misal nih, yang dari FDK kan Bu Alim, aku cuma tau namanya dan cuma tau dia dari Komnas Perempuan. Tapi aku gak tau seberapa paham dan seberapa berpihak dia pada kasus kekerasan seksual (KS) di kampus. Atau Iswandi, aku cuma tau dia WR1 tapi gak tau apakah dia concern di isu KS atau enggak. Minimal aku tau dia punya perspektif gender atau enggak. Ketika ada ruang dialog aku bisa bertanya lebih jauh dan ngasih masukan kepada mereka,” jelasnya.
Mengupayakan Dialog Terbuka Bakal Calon Rektor
Pada 13 Maret 2024, Senat Mahasiswa (Sema-U) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema-U) mengadakan audiensi bersama Senat UIN Suka untuk membahas pengadaan agenda dialog terbuka bersama calon rektor.
Dalam audiensi tersebut, Thoriqotur Romadhani, Ketua Dema-U, mendorong Senat UIN Suka untuk memfasilitasi adanya dialog terbuka bersama calon rektor. Namun, menurut Kamsi, Ketua Senat UIN Suka, pihaknya tidak bisa mengadakan dialog terbuka. Tugas senat hanyalah memberikan penilaian kualitatif bagi bakal calon rektor.
Dialog Terbuka ini bisa diadakan oleh Panjar. Panjar akan melakukan rapat terlebih dahulu untuk membahas soal dialog terbuka dan meminta pertimbangan dari Rektor.
Tujuan diadakan dialog terbuka bersama bakal calon rektor, menurut Thoriq, adalah agar mahasiswa dan sivitas akademika bisa mengetahui kapasitas masing-masing bakal calon rektor.
“Rektor adalah representasi dari sivitas akademika, bukan sivitas politika. Rasanya jadi Rektor itu mudah dan kuncinya ada di 2 Gus: Gus Menag dan Gusti Allah. Dialog terbuka ini sangat diperlukan untuk mengetahui sejauh mana dan bagaimana kita bisa melihat kapasitas mereka,” tuturnya saat diwawancarai lpmrhetor.com pada Jumat (05/04/2024).
Senada dengan Thoriq, Muhammad Rafli, Ketua Sema-U, berpendapat bahwa dengan dibukanya ruang dialog bersama bakal calon rektor, mahasiswa bisa mengetahui kebijakan-kebijakan apa saja yang kelak akan dikeluarkan oleh para bakal calon rektor setelah terpilih. Sehingga, mahasiswa bisa mengontrol Rektor baru supaya tetap amanah.
“Hal ini perlu kita kawal, karena berdampak 1 periode ke depan. Kita perlu mendapatkan esensi yang jelas terkait kebijakan-kebijakan atau perwujudan apa yang akan dikeluarkan kelak,” kata Rafli ketika diwawancarai lpmrhetor.com pada Minggu (07/04/2024).
Upaya menghadirkan dialog terbuka bersama bakal calon rektor menemui banyak kesulitan. Saat Dema-U mengadakan lagi audiensi bersama Rektor, Rektor menolak memberikan fasilitas dialog itu.
“Mereka menolak fasilitas dialog tersebut. Alasan dari keduanya (senat maupun rektor) yaitu karena tidak ada aturan atau dasar hukum pelaksanaan ini. Mereka tidak berani mengambil resiko yang lebih. Tapi, hal itu tidak mengurangi semangat kami dalam melaksanakan dialog ini,” jelas Thoriq.
Dema-U nantinya juga akan mengadakan survei terkait proses penjaringan rektor ini kepada mahasiswa dan tenaga pendidik. Bagi Thoriq, hasil survei ini akan membuktikan bahwa proses pemilihan rektor tidak demokratis.
Maria, Thoriq, dan Rafli memiliki harapannya masing-masing terhadap bakal calon rektor. Maria menginginkan agar rektor baru nanti bisa memperbaiki cara penanganan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh kampus.
Sedangkan Thoriq ingin agar rektor baru bisa melakukan transparansi terhadap informasi publik dan ia juga berharap rektor baru mau mendengar keluhan mahasiswa.
Serupa dengan Thoriq, Rafli juga berharap rektor Baru kelak bisa mendengarkan, memperjuangkan dan memfasilitasi keluhan seluruh mahasiswa secara umum.
“Mau naruh harapan tapi takut tersakiti. Gimana, ya?” pungkas Maria.[]
Reporter: Hifzha Aulia Azka
Editor: Naufal Zabidi