PUISI-PUISI RODIYANTO: SEKUNTUM LUKA

1595
ilustrasi

SEKUNTUM LUKA

 

Sunyi mencumbu sekumpulan ternak di tepi gelap

Memekik erang pada sayup

Lantaran kau tunggui pentas yang tak kunjung usai

Dari simposium pabrik angan

Menjelma nestapa berkepanjangan

Oh… petaka!

Sampai lelah taut urai telunjuk

Kadang terkepal dan menerkam segala

Benih cemburu kekinian

: kurcaci bijak tanpa mahkota

Membujur kaku pada yang kasat

Dewa bagi sekuntum layu

Intan dalam genang lumpur kemerahan

Sayup berontak

Jajaki serapah setia tentang janji bertahun

Lorong berlipat ganda dari mulut berbuah luka

Sia-sia

 

Yogyakarta, 22 Maret 2017

 

 

 

 

 

HARAP TENANG

 

Harap tenang ada ujian

Musibah di mana-mana

Jauh sebelum kugantung doa

Pada sajadah negeri beralas sawah

Hutan dan mutiara

 

Harap tenang ada ujian

Keserakahan penguasa

Bertimbang laku, hukum, ideologi

Dan segalanya

Segala berbunga duka

 

Trotoar-trotoar di negeriku

Satu persatu terlucuti biasnya

Tak ada hitam, apalagi putih pada sepertiga

Kumbang jalanan

Semua berderek mengantri

Bak antrian panjang menunggu angpau

: aku kebagian yang mana?

Berdesak, konfrontasi, caci maki

Ah, itu sudah lumrah di negeriku

Negeri berlembar ujian

 

Yogyakarta, 27 Maret 2017

 

 

 

 

PADA SECANGKIR RASA

 

pada secangkir rasa kuaduk telunjuk

menyisir sesamping

mengitari tujuh keliling

benua kecil; negeri cangkir

 

aku melihat negeriku pada secangkir itu

tenggelam bersama ampas

dan terdampar di dasar kehendak golongan

 

pada secangkir rasa tenggelam tanyaku

kaukah derita?

kaukah luka?

menyemai dalam sumpah

lelagu kekinian tak berirama

:hampa

 

sekali saja angan kubiarkan jemawa

mencari jalan kembali

menuju tiada

 

Yogyakarta, 29 Maret 2017

 

 

Rodiyanto. Tuhan memilih (kota) Sumenep untuk dijadikannya tempat menghempas dan merengek pertama kali. Kota yang selalu dirindukan dan menjadi tempat berpulang. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga. Mondar-mandir di KMPD dan LPM Arena.

 

ilustrasi : https://i.ytimg.com/vi/FMDjH8McaXQ/maxresdefault.jpg

You may also like

Puisi-puisi Syarif Hidayat: Ayat Abu-abu

AKU INI APA? 2019   Berkenankah dirimu mendengarkan